Minggu, 01 Juni 2014

Membunuh Tan Malaka

Heru Joni Putra *
harianhaluan.com 18 Nov 2012

Kapitalisme lanjut memperdagangkan banyak hal yang dulunya tidak dianggap sebagai komoditas ~ Fredric Jameson

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, tetapi un­tuk menghargai jasa seseorang kepada negara, tak harus dengan memberi gelar pah­lawan. Sebab saat sekarang, memberikan gelar pahlawan—seperti pahlawan nasional—kepada seseorang adalah sesu­atu yang bahaya dan semakin rentan akan politisasi. Kita boleh saja mengatakan bahwa sebuah gelar pahlawan adalah pengakuan atas jasa seseorang untuk negara, dan dengan memberi gelar tersebut, kita mungkin berharap bahwa pah­la­wan dengan kepahlawanan­nya itu akan tetap hidup di tengah-tengah masyarakat. Hal ter­sebut bisa benar, tetapi ter­nyata tidak untuk kondisi sekarang ini.


Memberikan gelar pahlawan hanya akan membunuh pah­lawan itu sendiri, semakin diberi gelar, ia semakin mati di tengah-tengah masyarakat. Kita semestinya belajar dari kondisi ironis yang terjadi pada orang-orang yang terlebih dahulu mendapat gelar pahlawan, dalam tulisan ini saya akan memberi contoh pada Tan Malaka. Kita memang tak usah cemas lagi kalau anak-anak muda sekarang tidak akan tahu dengan para pahla­wan tersebut, semakin hari akan semakin banyak anak-anak muda yang tahu dengan tokoh-tokoh tersebut, sebab kini, di berbagai tempat akan mudah kita temukan orang-orang menggunakan baju kaos bergam­bar wajah pahlawan. Kondisi ironis tersebut bukan karena orang-orang tidak tahu lagi dengan sosoknya, tetapi karena Tan Malaka telah dijadikan produk komersial. Sesuatu yang kita sebut sebagai ‘sumbangan pemikiran’ lama-lama tidak akan dipedulikan lagi.

Memakai baju kaos ber­gam­bar wajah Tan Malaka adalah gaya hidup. Tetapi kita tidak bisa memastikan apakah orang yang memakai baju tersebut benar-benar paham dengan pemikiran Tan Malaka, sehingga kemudian baju terse­but benar-benar berfungsi seba­gai salah satu cara untuk merpresentasikan dirinya yang ‘pengikut’ Tan Malaka atau memang baju kaos tersebut hanya untuk gaya-gayaan, hanya sebatas terpukau pada nama besar Tan Malaka saja, semen­tara bagaimana pemi­kiran Tan Malaka tidak diketa­huinya. Kita memang tidak tahu kecuali ketika bertemu seseorang me­ma­kai baju ber­gambar Tan Malaka kita langsung menga­jaknya diskusi tentang pemiki­ran tokoh besar itu, dan dengan cara seperti itu baru kita bisa melihat mana yang asli dan mana yang imitasi.

Tetapi melakukan hal terse­but penuh dengan kontradiksi: Kita berurusan dengan masa­lah pakaian. Pakaian tidak hanya sekedar untuk menutup aurat, tetapi untuk suatu kondisi yang sekarang disebut sebagai ‘politik berpakaian’. Orang-orang—terutama kala­ngan menengah ke atas, dengan sadar, memilih pakaian apa yang mereka pakai yang bergu­na untuk men­cip­takan citra tertentu pada dirinya. Lewat pakaian, orang-orang berusaha mendefinisikan diri mereka sendiri. Tetapi kemudian masa­lah­nya, sering­kali citra yang ditampilkan lewat pakaian tersebut bukan citra yang sebenarnya, bahkan berbanding terbalik dengan dirinya sendiri.

Banyak orang berpakaian ala Nabi Muhammad tapi melakukan cara-cara kekerasan dalam menyampaikan ayat-ayat Tuhan, sebagaimana ba­nyak orang memakai kaos bergamba Tan Malaka tapi tak tahu bagaimana pemikiran Tan Malaka. Pakaian memiliki fungsi ganda: merepresentasikan seseorang dengan tepat dan sekaligus tidak tepat. Ba­rangkali itu sebabnya kita tak perlu menjadikan pakaian sebagai representasi yang sebenarnya dari seseorang, sebab perampok pun sekarang berdasi, banyak orang-orang dengan pakaian yang biasa-biasa saja tetapi ternyata menghasilkan karya yang hebat. Atas kondisi seperti itu, sesung­guhnya sangat tidak relevan sekali bagi orang-orang yang terlalu percaya bahwa pakaian merepresentasikan orangnya.

Kembali ke masalah pahla­wan tadi. Dengan belajar dari kondisi ironis atas pahlawan—seperti salah satu contoh pada Tan Malaka tadi, tak ada salahnya bila sekarang kita berpikir-pikir benar untuk mengangkat seseorang tokoh men­jadi pahlawan, sebab ke­tika seseorang diberi gelar pahlawan maka ketika itu dari ber­bagai pihak—apapun moti­vasinya—akan terus mengga­dang-gadangkan sosoknya dan segala cara yang kita lakukan untuk memperingatinya—apa­pun niat terselubung di balik itu—akan dianggap sebagai salah satu cara untuk meng­hargai jasa-jasanya kepada negara. Dalam kondisi seperti itu, pahlawan kita tersebut sebenarnya sedang berada di antara hidup dan mati: efek setelah diberi gelar tersebut membuatnya akan terus ‘ada’, tetapi di saat bersamaan ia akan ‘tiada’. Ia akan tiada ketika para kapitalis meman­faatkan kondisi tersebut untuk membuatnya jadi barang daga­ngan, seperti contoh pada baju bergambar Tan Malaka tadi.

Mungkin akan ada yang beranggapan bahwa membuat baju kaos bergambar pahlawan adalah salah satu cara untuk mendekatkannya ke masyara­kat banyak. Mereka yang ber­pen­­dapat seperti itu, di satu sisi benar, tetapi tidak selama­nya benar. Sosok mereka bisa saja lebih lebih dekat ke masya­rakat, tetapi hanya akan seba­tas sampai di situ. Pemikiran tokoh tersebut tak akan sampai ke masyarakat kalau hanya dilakukan lewat pakaian, apa­lagi kemudian kita tahu, yang dijual dari tokoh tersebut hanya nama besarnya, sehingga kita semakin tahu bahwa anggapan yang mengatakan bahwa itu salah satu untuk mengenal­kannya ke masyarakat hanya tipuan belaka. Kapitalisme memang hanya tertarik pada usaha untuk meraup untung sebesar-besarnya; kapitalisme tak akan berpikir bahwa dalam mencapai untung tersebut mereka telah mengorbankan banyak hal; mereka telah merusak pola-pikir masyarakat tentang cara menghargai pahla­wan, mereka telah meren­dahkan sosok pah­lawan itu sendiri, mereka telah membu­nuh pahlawan. Hanya untuk mendapatkan laba maksimal.

Tetapi bagaimana bila ada seseorang yang mempunyai punya banyak pernak-pernik Tan Malaka—baju kaos, poster, tas, buku, dan stiker, tetapi tetap mempunyai pemahaman yang menggembirakan pada pemikiran Tan Malaka dan bisa memberikan semacam relevansinya untuk zaman sekarang, menjadi alternatif dari pemikiran-pemikiran yang ada? Saya pikir itulah solu­sinya. Ketika zaman membuat nyaris semua orang lebih mengedepankan pencitraan daripada pendalaman, maka berlaku seperti solusi tadi, semoga, lebih baik bagi kita semua dan pahlawan itu sen­diri. Kalau tidak, kita hanya akan menjadi bagian dari kebanyakan orang—ikut mera­yakan kekosongan yang ditutupi dengan simbol-simbol. Tapi sedikit di antara kita, ada yang memilih cara lain: mereka mempunyai pemahaman yang mengagumkan tapi percaya bahwa hal tersebut tak perlu dikatakan kepada semua orang lewat baju kaos. Barangkali orang-orang seperti itu percaya bahwa cara terbaik menghargai pahlawan adalah dengan cara melakukan tindakan-tindakan sederhana, seperti meneruskan-mengembangkan pemikiran mereka***
***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi