Heru Joni Putra *
harianhaluan.com 18 Nov 2012
Kapitalisme lanjut memperdagangkan banyak hal yang dulunya tidak dianggap sebagai komoditas ~ Fredric Jameson
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, tetapi untuk menghargai jasa seseorang kepada negara, tak harus dengan memberi gelar pahlawan. Sebab saat sekarang, memberikan gelar pahlawan—seperti pahlawan nasional—kepada seseorang adalah sesuatu yang bahaya dan semakin rentan akan politisasi. Kita boleh saja mengatakan bahwa sebuah gelar pahlawan adalah pengakuan atas jasa seseorang untuk negara, dan dengan memberi gelar tersebut, kita mungkin berharap bahwa pahlawan dengan kepahlawanannya itu akan tetap hidup di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut bisa benar, tetapi ternyata tidak untuk kondisi sekarang ini.
Memberikan gelar pahlawan hanya akan membunuh pahlawan itu sendiri, semakin diberi gelar, ia semakin mati di tengah-tengah masyarakat. Kita semestinya belajar dari kondisi ironis yang terjadi pada orang-orang yang terlebih dahulu mendapat gelar pahlawan, dalam tulisan ini saya akan memberi contoh pada Tan Malaka. Kita memang tak usah cemas lagi kalau anak-anak muda sekarang tidak akan tahu dengan para pahlawan tersebut, semakin hari akan semakin banyak anak-anak muda yang tahu dengan tokoh-tokoh tersebut, sebab kini, di berbagai tempat akan mudah kita temukan orang-orang menggunakan baju kaos bergambar wajah pahlawan. Kondisi ironis tersebut bukan karena orang-orang tidak tahu lagi dengan sosoknya, tetapi karena Tan Malaka telah dijadikan produk komersial. Sesuatu yang kita sebut sebagai ‘sumbangan pemikiran’ lama-lama tidak akan dipedulikan lagi.
Memakai baju kaos bergambar wajah Tan Malaka adalah gaya hidup. Tetapi kita tidak bisa memastikan apakah orang yang memakai baju tersebut benar-benar paham dengan pemikiran Tan Malaka, sehingga kemudian baju tersebut benar-benar berfungsi sebagai salah satu cara untuk merpresentasikan dirinya yang ‘pengikut’ Tan Malaka atau memang baju kaos tersebut hanya untuk gaya-gayaan, hanya sebatas terpukau pada nama besar Tan Malaka saja, sementara bagaimana pemikiran Tan Malaka tidak diketahuinya. Kita memang tidak tahu kecuali ketika bertemu seseorang memakai baju bergambar Tan Malaka kita langsung mengajaknya diskusi tentang pemikiran tokoh besar itu, dan dengan cara seperti itu baru kita bisa melihat mana yang asli dan mana yang imitasi.
Tetapi melakukan hal tersebut penuh dengan kontradiksi: Kita berurusan dengan masalah pakaian. Pakaian tidak hanya sekedar untuk menutup aurat, tetapi untuk suatu kondisi yang sekarang disebut sebagai ‘politik berpakaian’. Orang-orang—terutama kalangan menengah ke atas, dengan sadar, memilih pakaian apa yang mereka pakai yang berguna untuk menciptakan citra tertentu pada dirinya. Lewat pakaian, orang-orang berusaha mendefinisikan diri mereka sendiri. Tetapi kemudian masalahnya, seringkali citra yang ditampilkan lewat pakaian tersebut bukan citra yang sebenarnya, bahkan berbanding terbalik dengan dirinya sendiri.
Banyak orang berpakaian ala Nabi Muhammad tapi melakukan cara-cara kekerasan dalam menyampaikan ayat-ayat Tuhan, sebagaimana banyak orang memakai kaos bergamba Tan Malaka tapi tak tahu bagaimana pemikiran Tan Malaka. Pakaian memiliki fungsi ganda: merepresentasikan seseorang dengan tepat dan sekaligus tidak tepat. Barangkali itu sebabnya kita tak perlu menjadikan pakaian sebagai representasi yang sebenarnya dari seseorang, sebab perampok pun sekarang berdasi, banyak orang-orang dengan pakaian yang biasa-biasa saja tetapi ternyata menghasilkan karya yang hebat. Atas kondisi seperti itu, sesungguhnya sangat tidak relevan sekali bagi orang-orang yang terlalu percaya bahwa pakaian merepresentasikan orangnya.
Kembali ke masalah pahlawan tadi. Dengan belajar dari kondisi ironis atas pahlawan—seperti salah satu contoh pada Tan Malaka tadi, tak ada salahnya bila sekarang kita berpikir-pikir benar untuk mengangkat seseorang tokoh menjadi pahlawan, sebab ketika seseorang diberi gelar pahlawan maka ketika itu dari berbagai pihak—apapun motivasinya—akan terus menggadang-gadangkan sosoknya dan segala cara yang kita lakukan untuk memperingatinya—apapun niat terselubung di balik itu—akan dianggap sebagai salah satu cara untuk menghargai jasa-jasanya kepada negara. Dalam kondisi seperti itu, pahlawan kita tersebut sebenarnya sedang berada di antara hidup dan mati: efek setelah diberi gelar tersebut membuatnya akan terus ‘ada’, tetapi di saat bersamaan ia akan ‘tiada’. Ia akan tiada ketika para kapitalis memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuatnya jadi barang dagangan, seperti contoh pada baju bergambar Tan Malaka tadi.
Mungkin akan ada yang beranggapan bahwa membuat baju kaos bergambar pahlawan adalah salah satu cara untuk mendekatkannya ke masyarakat banyak. Mereka yang berpendapat seperti itu, di satu sisi benar, tetapi tidak selamanya benar. Sosok mereka bisa saja lebih lebih dekat ke masyarakat, tetapi hanya akan sebatas sampai di situ. Pemikiran tokoh tersebut tak akan sampai ke masyarakat kalau hanya dilakukan lewat pakaian, apalagi kemudian kita tahu, yang dijual dari tokoh tersebut hanya nama besarnya, sehingga kita semakin tahu bahwa anggapan yang mengatakan bahwa itu salah satu untuk mengenalkannya ke masyarakat hanya tipuan belaka. Kapitalisme memang hanya tertarik pada usaha untuk meraup untung sebesar-besarnya; kapitalisme tak akan berpikir bahwa dalam mencapai untung tersebut mereka telah mengorbankan banyak hal; mereka telah merusak pola-pikir masyarakat tentang cara menghargai pahlawan, mereka telah merendahkan sosok pahlawan itu sendiri, mereka telah membunuh pahlawan. Hanya untuk mendapatkan laba maksimal.
Tetapi bagaimana bila ada seseorang yang mempunyai punya banyak pernak-pernik Tan Malaka—baju kaos, poster, tas, buku, dan stiker, tetapi tetap mempunyai pemahaman yang menggembirakan pada pemikiran Tan Malaka dan bisa memberikan semacam relevansinya untuk zaman sekarang, menjadi alternatif dari pemikiran-pemikiran yang ada? Saya pikir itulah solusinya. Ketika zaman membuat nyaris semua orang lebih mengedepankan pencitraan daripada pendalaman, maka berlaku seperti solusi tadi, semoga, lebih baik bagi kita semua dan pahlawan itu sendiri. Kalau tidak, kita hanya akan menjadi bagian dari kebanyakan orang—ikut merayakan kekosongan yang ditutupi dengan simbol-simbol. Tapi sedikit di antara kita, ada yang memilih cara lain: mereka mempunyai pemahaman yang mengagumkan tapi percaya bahwa hal tersebut tak perlu dikatakan kepada semua orang lewat baju kaos. Barangkali orang-orang seperti itu percaya bahwa cara terbaik menghargai pahlawan adalah dengan cara melakukan tindakan-tindakan sederhana, seperti meneruskan-mengembangkan pemikiran mereka***
***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar