Selasa, 21 Mei 2013

Menyingkap Tumpukan Koran Medan 1919

Damiri Mahmud
Jurnal Nasional, 12 Mei 2013

BABAKAN Sastra Indonesia Modern lazim disebut baru dimulai awal 1920-an ketika roman “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli terbit tahun 1922 dan “Percikan Permenungan” karya Rustam Efendi terbit tahun 1926. Salah satu syair Rustam Efendi yang sangat terkenal adalah “Bukan Beta Bijak Berperi” sebagai kredo yang menyatakan selamat tinggal kepada syair-syair lama dan dimulainya babakan sy air-syair baru yang mengandalkan kepada imajinasi individual. Demikian bunyinya:
Bukan beta bijak berperi
pandai menggubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri
musti menurut undangan mair

Sarat saraf saya mungkiri
untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan,
degup-degupan di dalam kalbu,
Lemah-laun lagu dengungan
matnya digamat rasaian waktu.

(…)

Apabila karya ini dikatakan sebagai awal babakan puisi Indonesia Modern, maka dapat kita amati bahwa yang modern atau yang baru dalam puisi ini hanyalah karya itu tidak lagi anonym; kemudian isinya yang berupa pernyataan penulis: Sarat saraf saya mungkiri/untai rangkaian seloka lama..dst. Sementara bentuknya masih yang lama atau yang beta buang beta singkiri itu.

Bahkan dengan kredo pembaruannya itu sangat mengejutkan juga di sini Rustam Efendi memasukkan begitu banyak kata-kata kuno bahkan arkais ke dalam sebuah syair yang terbilang singkat itu: madahan = lagu, syair; mair = jiran, kerabat; saraf = tatabahasa; laun = lembut; digamat = diraba, dibentuk; mamang = imajinasi.

Jadi, sebenarnya Rustam Efendi berseru atau berteriak untuk menyingkiri atau memungkiri untai rangkaian seloka lama itu justru dengan bentuk dan gaya lama itu sendiri! Ini tentu sesuatu yang paradoks yang menimbulkan kesan ironi. Ditambah lagi pada bait akhir yang seakan menidakkan atau mengingkari pernyataan atau kredo yang telah diteriakkannya di atas: Bukan beta berbuat baru. Seperti kita katakana di atas, karya ini hanya pada isinya boleh dikatakan baru, sementara bentuk dan gayanya masih terikat pada metrum lama: kombinasi syair dan pantun.

Tapi ada yang lebih ironi. Lebih mengejutkan! Sesuatu yang telah lama tersembunyi atau terpendam yang baru sekarang bisa terangkat ke permukaan. Adalah seorang sejarawan kita bernama Dr.Ichwan Azhari, dua tahun lalu, minta bertemu saya di Taman Budaya Medan dan berlanjut di kedai minum “Tip Top‘. Kami sudah lama sekali tidak bertemu. Dulu di masa remajanya dia sering saya bawa “menjual sastra” ke sekolah-sekolah. Atau nonton pilem di LIA.

Rupanya dia masih ingat saya. Dari sekian pembicaraan kami dia ngelantur ke suatu masalah bahwa Ichwan banyak mengumpul Koran-koran lama terbitan Medan awal abad dua-puluhan. Salah satu isinya, katanya, juga banyak memuat karya sastra berupa puisi, cerpen dan cerbung. “Tahun berapa itu tepatnya‘, sambut saya. “1918 dan 1919 Bang!‘ Jawabnya. Saya terkejut. “Kalau begitu sejarah Sastra Indonesia Modern harus ditulis ulang!”

Tanggal 2 Mei yang lalu, Ichwan kembali menelepon saya. Ada seorang bernama Pidia Amelia telah menyusun sebuah antologi puisi berisi karya-karya penulis perempuan yang berasal dari tumpukan Koran-koran lama itu. “Tolong, Bang! Diberi pengantar‘, sarannya. Saya menyanggupi namun minta tempo beberapa hari karena saya harus ke Tanjung Balai dulu. Ada pesan-pesan dari pertemuan di Makasar dan Bukittinggi yang saya hadiri yang mau saya sampaikan di sana.

Ternyata benar, di Medan telah terbit beberapa bahkan banyak Koran. Ada Koran Soera Ibu, Pelita Andalas, Pewarta Deli, Pedoman Masyarakat, Tjermin Karo, Asahana, Bintang Karo, Moetiara, Ichtiar, dan banyak lagi. Fenomena ini sungguh luar biasa dan tak menduga bahwa tempo-doeloe Medan telah begitu maju dan modern! Percaya diri ini dibangkitkan oleh “hanya‘ satu tumpukan Koran bekas yang dengan tekun dikumpulkan oleh seorang Ichwan Azhari.

Sebuah koran yang bernama Perempuan Bergerak juga tak ketinggalan memuat syair-syair. Salah satu syair itu ialah berjudul “Ajakan‘, karya Oepik Amin yang dimuat dalam Edisi 16 Mei 1919. Kita petikkan tiga bait di antaranya:

Adapun pada suatu hari
Sedang duduk seorang diri
Datanglah kawan menghampiri
Mevr Lhutan guru jauhari

Setelah dekat dia berkata
Hai Oepik Amin saudara beta
Perempuan Bergerak korannya kita
Sudah terbit di Medan kota

(…)

Apabila ditelisik, ternyata isi dan bentuk puisi atau syair ini sama sekali baru! Sungguh tidak biasa dalam sebuah syair diterakan nama seorang penggubah bahkan menuliskan nama dalam isi karangannya itu dengan begitu percaya diri. Biasanya dalam karya syair lama, nama pengarang disembunyikan bahkan dengan gaya merendah-rendah. Misalnya dalam “Syair Burung Pungguk” ini.

Dengarkan tuan mula rencana
Disuratkan oleh dagang yang hina
Karangan janggal banyak tak kena
Daripada faham belum sempurna

Dari segi bentuk pula puisi Oepik Amin ini menunjukkan kebaruan dan kepiawaian pengarangnya. Dia dengan berani memasukkan kosakata asing atau Belanda. Kata “Koran‘ dari bahasa Belanda itu hingga kini masih dikenal. Begitu juga kata “proef‘ dalam kalangan percetakan dan penerbitan masih disebut. Begitu juga kata “mevr‘ atau atau “mevrouw‘ masih ada atau dipakai dalam “kalangan atas‘.

Oepik Amin, pengarang syair ini, juga bisa “mengicuh‘ pembaca syair tradisional dari satu kebiasaan yang telah klise kepada satu kejutan yang baru. Cobalah kita lihat bait pembuka: Adapun pada suatu hari/ Sedang duduk seorang diri/ . Dalam syair-syair lama, ungkapan seperti itu selalu diikuti oleh peristiwa bersifat legenda, mitos, atau fabel. Misalnya dalam “Syair Bidasari‘, bait pembukanya berbunyi:

Dengarkan tuan suatu riwayat
Raja di desa Negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Supaya menjadi tamsil ibarat

Adalah raja suatu negeri
Sultan halifah akas bestari
Asalnya baginda raja yang bahari
Melimpah ngadil dagang senteri

Tapi dalam syair Oepik ini justru menunjuk kepada satu realita bahkan bersifat pribadi!: datanglah kawan menghampiri/ Mevr Lhoetan guru jauhari. (dalam transkrip teks disebut “guru jauh hari‘, tapi dalam kopi teks asli memang disebut: “goeroe djauhari‘). Lagi pula diksi dan idiomnya selalu praktis dan tegas yang mengacu kepada ekonomi kata, tidak bertele-tele atau berpanjang-panjang yang dihiasi oleh banyak bunga kata sebagaimana umumnya dalam sebuah naskah syair lama. Dalam puisi ini pun kita mengetahui bahwa kata “perempuan‘ pada masa itu memang memuat makna yang bersifat ameliorasi. Lama sekali, terutama pada era Orde Baru, kata “wanita‘ yang bermakna seperti itu. Sementara “perempuan‘ harus menanggung beban peyoratif.

Sebuah syair selalu mengisahkan peristiwa (luar biasa) yang dapat menghabiskan beratus halaman dan beribu bait. Syair Bidasari di atas misalnya, berisi 1551 bait! Syair Ajakan ini juga berisi kisah (luar biasa) tentang telah hadirnya Koran Perempuan Bergerak. Ia mengisahkan atau mempromosikan kebagusan Koran ini kepada sahabat-sahabatnya supaya jangan ketinggalan membaca dan menulis di sana. Kalau syair-syair lama itu harus menghabiskan ribuan bait untuk satu peristiwa yang dikisahkan, Oepik Amin cukup membuat syairnya 20 bait saja!
Karangan Siti Alima Organ untuk Perempuan Bergerak juga menyambut terbitnya Koran Perempuan Bergerak, dimuat dalam Edisi 16 Mei 1919. Dia pun menunjukkan kebaruan dalam pengucapan dan lebih bernuansa “Melayu Medan‘.

Misalnya bait ini:

Lama sudah kami di kali
Entah bila pula mengedari
Harap kami minta tetapi
Sama perempuan gemari

Mungkin bisa diterjemahkan seperti ini:

Kami sudah lama sekali (berjuang)
Entah kapan pula bisa tercapai
Kami berharap supaya diakui
Terhadap perempuan harus dihormati

Emansipasi mencuat dalam karya ini. Yang dituntut dalam hal ini adalah persamaan hak dalam belajar atau menuntut ilmu. Kita berdecak, bahwa telah hampir satu abad yang silam, kaum perempuan kita di Medan telah begitu maju. Begitulah Koran-koran lama yang berisikan sejarah perjuangan dan pergerakan, dapat membuka cakrawala baru bagi kita dewasa ini.

*) Damiri Mahmud, sastrawan, berdomisili di Medan.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2013/05/menyingkap-tumpukan-koran-medan-1919.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi