Selasa, 06 Maret 2012

PUISI: Melayat Kemanusiaan Kita

Muhammad Rain *
http://sastra-indonesia.com/

Puisi dapat dinikmati dengan beragam cara. Ada dua cara di antara ragam penikmatan dan pemahaman puisi sebagai benar satu (kita tak mau salah) karya sastra sebagaimana yang disampaikan oleh M. Saleh Saad dalam Prasaran Catatan Kecil Sekitar Penelitian Kesusastraan miliknya yang dimuat dalam buku Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru (Ali, ed., 1967: 111 – 27; 128 – 51). Pertama, bersatu dan menenggelamkan diri ke dalam karya sastra itu, sehingga persoalan yang ada ialah merasakan; dan cara kedua ialah menikmatinya secara sadar dengan memanfaatkan kaidah atau kriteria tertentu untuk menganalisis karya sastra, sehingga persoalannya ialah menilai secara obyektif.

Memasuki cara pertama yang disampaikan M. Saleh Saad ini yakni bersatu, tenggelam ke dalam karya yang kita baca, maka kita selaku pembaca dihadapkan kepada penyerahan kesadaran kita secara ikhlas untuk memperoleh hasil pembacaan puisi. Keyakinan dan kepercayaan kita kepada penyair yang puisinya kita baca tak boleh sedikitpun goyah, justru karena kita sedang belajar darinya, dalam memahami kehidupan yang dikisahkan dan difikirkan oleh pemuisi. Sedangkan cara kedua, lebih menekankan pada konsentrasi mencari nilai, bahkan menilai karya sastra yang kita baca sesuai kemampuan menilai masing-masing kita. Sebab pada dasarnya pemaknaan seni puisi yang mengambil “kehidupan” sebagai tema universal tetap menjadi hak umum segala manusia. Meski pembaca awam dan minim pengalaman terhadap seni berpuisi, catatan penting di sini bahwa sesungguhnya seorang penyair atau ribuan penyair jikapun mereka dikumpulkan ternyata tak juga mampu menunjukkan kita apa sesungguhnya nilai, tujuan, hakikat adanya kehidupan itu.

Masing-masing mereka (para penyair) punya pandangan originalnya, begitu juga pembaca. Sebab itulah penilaian terhadap sebuah karya adalah hak paten setiap orang, setiap pembaca. Seperti memberikan nilai kepada dirinya. Nilai dalam suatu karya sastra sesungguhnya sangat beragam rupa. Keberagaman ini muncul akibat banyaknya kepala, isi dan pemikiran yang berlintasan di setiap penyair. Teeuw (dalam Yudiyono KS., 1990: 33) menyinggung tentang masalah nilai sastra, ia dalam buku Telaah Kritiik Sastra Indonesia ini secara singkat menyatakan bahwa kriteria utama untuk nilai sastra ialah relevansinya sebagai karya seni bagi eksistensi manusia. Robson menimpali pula dalam menilai sastra harus dapat dikembalikan kepada satu prinsip, yaitu kemanusiaan. Sebab, tidak ada seni untuk seni saja, atau tidak ada ilmu untuk ilmu saja.

Meskipun dengan dua pertimbangan nilai sastra yang ditawarkan dua ahli ini seolah saling sokong, namun untuk menafsirkan makna “kemanusiaan”, kita perlu berhati-hati, justru karena maknanya tidak menunjuk suatu konsep yang tunggal. Kemanusiaan bagi kaum Marxis boleh jadi tidak sama dengan maknanya dengan kemanusiaan di mata penganut ajaran yang lain. Hal ini selanjutnya menimbulkan beragam persepsi yang bermuara pula terhadap beragam pemaknaan nilai karya sastra (puisi). Akan tetapi sebagai pembaca, pencipta sastra, pengkritik dan peneliti luasnya dunia sastra, ternyata penafsiran nilai kemanusiaan ini tetap memiliki muara sebagai tujuan sama, yakni memanusiakan manusia. Puisi sebagai sebuah proyek raksasa kemanusiaan yang dilakukan sejak berabad-abad silam bahkan hingga berabad-abad ke depan berfungsi abadi dalam memunculkan nilai kebermaknaan kehidupan yang dijalani oleh manusia, manusia yang tak bermakna, tak memiliki arah nilai juga tak berpedoman hanya akan menyia-nyiakan fungsi akal budi yang dimilikinya.

Puisi sebagai produk demi melayat kemanusiaan kita yang seakan selalu mati oleh kondisi, oleh perombakan-perombakan yang dilakukan seiring jalannya waktu. Puisi menjadi ranah kondusif yang banyak diminati seluruh kalangan suku bangsa manusia sehingga sebagai salah satu seni yang kompleks yang selanjutnya menjadi salah satu kesusastraan penting dunia selanjutnya dijunjung tinggi lewat penghargaan Nobel segala, pencitraan tingginya nilai kemanusiaan yang berhasil dilayat oleh penyairnya, jika hari ini ada yang mengatakan puisi sebagai barang mati, nyata sekali bagi kita bahwa pengkata ini sedang mengubur nilai kemanusiaan dirinya. Bahasa puisi adalah bahasa jiwa, kendaraan yang mengantarkan pembaca kembali mengenali dirinya dan semesta, bolak-balik dari kosmos ke mikrokosmos yang melingkupi dunia replika, dunia yang menyelamatkan jutaan jiwa dari kematian denyut kehidupan jiwa itu.

Lalu bagaimana jika suatu kenyataan berbeda lahir dari sebuah karya puisi yang tidak menjalankan fungsinya sebagai tenaga hidup dalam menkhidmati kehidupan ini? Bagaimana sebenarnya sikap bijak kita ketika membaca suatu karya puisi yang nonsens yang tidak memiliki daya dorong untuk membangun fungsi refleksifitas, revisioner, re-re- lainnya yang menghendaki pencerahan dalam tugas manusia sastra untuk mampu membaca jalan dan tumbuhnya kehidupan di dalam kesusastraan. Bagaimana ketika dunia puisi dipenuhi oleh orang-orang yang mati, mati rasa mati estetika? Kita lalu menjawabnya dengan perasaan jenuh dan sia-sia. Puisi yang gelamor belum tentu merdeka dari kebobrokan syahwat yang membelenggu dunia nafsu. Puisi tenar belum tentu bebas dari uji materil kekonyolan demi sekedar membesarkan satu dua nama.

Keterjebakan kita terhadap sastra nonsens, sastra yang fulgar, atau sastra yang malah lembek menetek kepada keindahan tanpa nilai refleksi. Seperti halnya manusia memilih makanannya, tentu cita rasa menjadi penting. Jiwa pembaca memiliki beragam cita rasa memang, tetapi ketika kita misalkan menanyakan satu demi satu pembaca itu, apa tujuan Anda membaca puisi? Nyaris secara umum mereka para pembaca itu menunjukkan suatu jawaban yang mengarah untuk memperoleh nilai kehidupan, nilai kemanusiaan yang didialokkan oleh penyair lewat puisinya.

Saudara tidak akan tertawa terpingkal khan jika ada yang begitu menggilai puisi sampai ada yang lupa makan? itu adalah suatu daya cinta pembaca terhadap cinta dirinya kepada kemanusiaan. Penyair bahkan menulis tanpa rasa lapar jika ia sejenis manusia yang tidak manja, yang tidak hanya akan menulis ketika perutnya kenyang, entah itu setelah diundang makan-makan di suatu acara sastra terkemuka lalu mulai berguyon tentang kesusatraan yang merdeka tanpa tujuan mengisi perut. Jiwa yang kita memiliki tentu membutuhkan nutrisi yang bergizi, puisi salah satu gizi yang doyan dinikmati. Gizi berfungsi memendam nilai di dalamnya, jika pada makanan bisa berupa nilai nutrisi, nilai protein dan sebagainya.

Kalau Anda menelan pil untuk mengobati sakit kepala misalnya maka dorongan perhatian dokter lewat kata-kata sugestifnya (meski tak terlalu nyastra) toch sedikit banyak membantu Anda semangat untuk sembuh. Kasih sayang suatu bahasa dapat meredakan emosi yang meluap, kekecewaan dan kepedihan selama menjalani kehidupan dapat sedikit kendur jika ketika si pesakitan mau membuka corong mata dan jiwanya demi mengenali ada ribuan dan bahkan jutaan peristiwa lebih mengerikan yang di alami banyak orang di luar sana.

Anda mungkin pernah membaca Sarajevo-nya Goenawan Mohammad, atau Anda lebih suka puisi yang ditulis penyair yang turut berperang, atau bahkan Anda tidak suka perang sehingga tidak mengenali perang sesungguhnya selalu dengan gencar terjadi di dalam diri Anda. Dalam kehidupan yang tanpa sadar kita jalani ini, kita bangga-banggakan ini, perang terus berlangsung. Perang melawan hawa nafsu, perang yang lebih besar dari perang Badar masa Rasullullah sebagaimana yang diriwayatkan kitab-kitab agama Islam, atau perang modern di film-film Star Trex misalnya, perang dunia robot.

Replika perang yang sesungguhnya sedang mengajak kita dalam memaknai kehidupan, melayat nilai-nilai kemanusiaan kita yang kerap terkubur oleh nafsu keduniaan.Penyair mengetuk lewat puisi-puisinya, kaum agamawan mengetuk dengan khutbah-khutbah dan ceramahnya, para pemimpin mengetuk dengan peraturan-peraturannya untuk seluruh rakyat yang jika ia mencintainya, para ibu mengetuk si anak yang sakit dengan dongengan tentang binatang yang kelewat licik agar si anak melupakan rasa sakit yang diderita. Seorang penyanyi justru bertanya pada rumput yang bergoyang, jika dirasa olehnya manusia sudah bukan tempatnya lagi untuk bertanya apa sesungguhnya nyanyian-nyanyian kehidupan. Sastra sangat luas, sampai begitu luasnya namun masih ada di antara jutaan ribu pembaca yang masih sesat, seperti membaca puisi yang tak bertenaga seperti berangkat naik bus di jalan mulus menembus waktu namun tak ada yang turun satupun tak ada yang sampai kemanapun, sebab puisi semacam ini nyaris lembek tanpa alamat.

Melayat kemanusiaan kita adalah ibadah hablum minnannash, banyak pahala di sana bahkan langsung terasa di dunia nyata. Orang-orang sesama pencinta sastra memiliki ketentraman yang sama sebab tak saling melanggar dan memperkosa keindahan masing-masing mereka. Keindahan yang sejatinya tidak bisa dimiliki sendiri-sendiri. Keindahan kesusastraan puisi itu. Maka menulislah agar semua selamat, tidak penyairnya saja, tidak para penerbit buku saja, pencetak majalah dan koran saja. Semua orang ingin selamat dari kematian kemanusiaan yang masih bisa ia hidupkan. Hidupkanlah kesusastraan di mana saja, kapan saja dan untuk siapa saja. Salam sastra.

*) Penulis adalah pencinta seni sastra puisi, pemerhati manusia dan pengajar kesusastraan pula di lembaga pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas, juga perguruan tinggi di daerah, Langsa dan sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi