Selasa, 20 Maret 2012

Pergulatan Sastra Pesantren; Sebuah Harapan

M. Arwan Hamidi*
http://ind.lakpesdam-ponorogo.org/

Prof. Drewes, sarjana bahasa Jawa, Melayu dan Arab dari Leiden, dalam bukunya Javanese Poems Dealing wuth, or Atributed to the Stain of Bonang (1968), pernah mengkritik sangat tajam ahli antropologi dari Amerika, Clifrord Geertz mengenai pengamatannya tentang Islam di Jawa: “kalau kita membaca pengamatan Geertz mengenai Islam di Jawa, maka kita akan mendapat kesan seolah bangsa Jawa adalah bangsa yang buta huruf. Karya sastra Islam sama sekali tidak disebut: tidak satu kitab kuningpun yang disebut dan juga karya sastra Islam dalam bahasa Jawa dibaitkan secara total….” (Karel A. Steenbrink, 1988).
Apa yang telah dikatakan Drewes tersebut, mungkin tidak berguna bagi orang yang tidak mengenal siapa Geetz sesungguhnya, dan apa kontribusinya terhadap pemetaan masayarakat Jawa. Akan tetapi, bagi mereka yang telah mengenal dan membaca –atau paling tidak mendengar namanya– karya-karyanya, baik yang masih dalam bentuk bahasa asing ataupun yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, mungkin memiliki arti dan makna tersendiri. Bagi masyarakat pesantren, mungkin tidak asing dengan istilah “santri,” “abangan” dan “priyai.” Dengan demikian, sebenarnya mereka dengan sendirinya juga telah mengenal Geertz, karena diakui ataupun tidak, Geertz-lah yang telah mendefinisikan ulang dan mempopulerkan istilah-istilah tersebut dalam studi Jawa di ranah internasional, meskipun ketiga istilah itu tidak serta-merta dipahami sebagaimana yang dipahami oleh Geertz sendiri (1960). Untuk sementara kita tinggalkan Geertz, kita kembali dengan perkataan Drewes. Ada baiknya, kita sejenak memperhatikan kata-katanya dan dibarengi dengan melihat kondisi kita hari ini.

Bagaimana selama ini kita memperlakukan “sastra” dalam tradisi pesantren? Bagaimana kita memandangnya? Seberapa besar perhatian kita pada aspek yang satu ini? Jawaban dari beberapa pertanyaan di atas, lamat-lamat telah kita miliki sebelum kita disodori pertanyaan-pertanyaan itu. Mungkin apa yang dikatakan oleh Drewes ada benarnya. Tidak hanya Greetz yang kurang memperhatikan sastra Islam pesantren, akan tetapi kritikan itu juga berlaku bagi kita. Masih sedikit dari kalangan kita sendiri yang memiliki perhatian terhadap tradisi sastra dalam konteks pesantren, baik masa lalu (sejarah) maupun sekarang. Dalam artian, tidak hanya pemeliharaan terhadap karya-karya sastra masa lalu yang telah ditulis leluhur kita, ataupun pengembangan tradisi sastra itu sendiri di hari ini. Padahal, sebagaimana yang diungkapkan Penyair asal Sumenep, Madura, Jatim, D Zawawi Imron, “sastra pesantren itu sesungguhnya telah hadir sejak masuknya Islam di Indonesia sekitar abad ke-12 sekaligus merupakan bagian tak terpisahkan dari sastra Indonesia” (Kompas Cyber Media, Rabu, 29 September 2004, www.kompas.com). Pada awal-awal masuknya Islam di Jawa, telah banyak karya sastra yang dihasilkan dari tradisi kita yang bisa diketemukan, seperti Serat Jatiswara, Serat Centhini, Serat Anbiya dan Tapel Adam. Yang sedikit banyak menggambarkan kehidupan pesantren, baik dari segi ajaran, perilaku, adat, budaya dan bahkan pergolakan yang terjadi di dalamnya –meskipun tidak sedikit para sarjana, baik dari Indonesia sendiri maupun dari Barat yang memperdebatkannya selama beberapa dekade, dan bahkan hingga hari ini (Karel A. Steenbrink, 1988). Yang sering kali karya-karya ini berubah statusnya, dari karya sastra menjadi sebuah mitologi. Suasana dan karakteristik pengembangan susastra semacam ini paling tidak terus subur berkembang hingga awal abad ke-19.

Pada fase selanjutnya mengalami kemerosotan dan kemunduran, hingga kira-kira sekitar akhir paruh pertama abad ke-20, di situ mulai bermunculan berbagai nama seperti Djamil Suherman, Mohammad Radjab, A.A. Navis, HAMKA dan Ki Pandji Kusmin. (Abdurrahman Wahid, 1973). Fase ini bisa dikatakan fase kebangkitan kembali sastra pesantren. Juga perlu dicatat, dalam fase ini paradigma yang digunakan telah banyak mengalami pergeseran dibandingkan fase sebelumnya, hal ini pada dasarnya dapat ditebak dengan mudah, yaitu adanya pengaruh modernisasi, yang diusung Belanda walaupun lewat kolonialisasinya. Karakteristik sastra pesantren dalam fase ini paling tidak dapat dibagi dalam dua kelompok besar, pertama, karya yang mengangkat pesantren hanya sebagai sebuah latar kehidupan, seperti karya HAMKA “Di Bawah Lindungan Ka’bah.” Dalam karya ini, HAMKA justru tidak menggambarkan –meminjam bahasa Gus Dur– “kejiwaan pesantren.” Walaupun yang dikemukakan adalah cerita berlatar belakang kehidupan beragama, tetapi tema pokoknya tidaklah demikian. Tema itu adalah mengenai kegagalan cinta dan usaha mengatasinya, dengan cara mengasingkan diri di Mekkah. Tema cinta adalah tema umum kemanusiaan, apapun latar belakangnya. Dalam hal ini karya HAMKA tersebut, menurut Gus Dur, mengingatkan kita pada pengorbanan tokoh utama karya Andre Gide, “La Porte Etroite,” dalam karya ini Alisa mengorbankan cintanya dengan jalan menjadi seorang biarawati. Kedua, karya yang bisa mengekplorasi “kejiwaan pesantren,” misalnya cerpen A.A. Navis “Robohnya Surau Kami,” yang menggambarkan fatalisme yang melanda kehidupan beragama, yang merupakan problematika khas pesantren (Ibid.).

Pada 1960-an muncul nama Syu’bah Asa, Fudoli Zaini dan beberapa nama yang bisa dianggap mewakili kaum santri. Pada tahun 1970-an muncul Emha Ainun Nadjib, protolan Pesantren Gontor dengan sajak-sajak religiusnya yang kental. Tahun 1980-an muncul K.H. Mustofa Bisri, Jamal D Rahman, Acep Zamzam Noor, Ahmad Syubbanuddin Alwy, Abidah El-Khaleiqy dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1990-an tampil Mathori A Elwa, Hamdi Salad, Nasruddin Anshory, Kuswaidi Syafi’ie dan lain-lain. Karya-karya mereka pada umumnya diwarnai nafas Islam. Dilihat dari sisi bentuk dan isinya karya-karya sastrawan yang pernah belajar di pesantren itu tidak banyak berbeda dengan sastrawan-sastrawan muslim yang tidak pernah mondok di pesantren. Menurut D Zawawi Imron, tema-tema yang beraneka ragam yang mengarah pada luasnya cakrawala kahidupan, agaknya terus ditulis oleh para santri atau alumni pesantren sebagai sastrawan modern. Namun tema yang beraneka ragam itu tetap mengacu pada satu kesadaran, yaitu tauhid. Para sastrawan yang tidak pernah mengecap pendidikan pesantren, tapi punya kesadaran tauhid karyanya juga tidak berbeda dengan karya alumni pesantren. Berarti juga dapat dikatakan sejak era 60’an, sastra pesantren telah bisa memiliki ciri khas tersendiri dalam spektrum sastra Indonesia, walaupun ciri tersebut kadang-kadang masih kabur dan terkadang agak jelas. Setelah itu, di beberapa pesantren, seperti Sidogiri (Pasuruan), Al-Amien (Prenduan, Sumenep) dan pesantren Suci (Gresik) telah banyak menghasilkan santri yang menulis sastra. Karya mereka banyak yang dimuat media massa. Selain itu mereka juga menerbitkan buletin pesantren yang di dalamnya memuat karya sastra. Mungkin hal ini terjadi ketika di bidang politik kaum santri kurang berhasil, barangkali dengan sastra mereka bisa memberi sesuatu yang lain kepada masyarakat (Kompas Cyber Media, Rabu, 29 September 2004, www.kompas.com).

Jika apa yang dikatan oleh Zawawi Imron, karya-karya “sastra pesantren” memiliki ciri mengacu pada satu kesadaran, yaitu tauhid. Yang menarik di sini adalah ada beberapa karya sastra (pesantren) modern yang kadang sering dianggap paradoksal. Yaitu karya yang mungkin bagi sebagian orang bukan merupakan karya “sastra pesantren” tetapi lebih sebagai karya seorang santri. Yaitu karya Ahmad Tohari dengan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk-nya, Geni Jora-nya Abidah El-Khaleiqy atau Kuda Ranjang karya penyair muda Binhad Nurrahmat. Menurut Syarif Hidayat Santoso karya para penyair “vulgar” seperti Binhan Nurrahmat, ataupun karya mbeling Abidah El-Khaleiqy yang getol mengingkari patriarkisme, harus pula disertakan dalam literatur “sastra pesantren” sebagaimana literatur sastra Islam klasik menyertakan karya Abu Nuwas (757-815) dan karya seorang sufi Omar Kayyam (w. 1132) yang terjerat skandal anggur dan cinta dalam setiap ekstase syairnya. “Erotika” pada karya Binhand, menurutnya, dapat disamakan dengan “mabuk anggurnya” Abu Nuwas atau puncak enjakulasi cintanya Omar Kayyam (Kompas, 29 Oktober 2005). Bagi penulis, tanpa harus susah-susah dan jauh-jauh mengkaitkan ketiga karya sastra pesantren tersebut dengan karya sartra Islam klasik, sebenarnya hal ini bukan merupakan barang baru bagi “sastra pesantren,” hal ini tampak pada perdebatan Serat Centini dan Serat Jatiswara, misalnya, yang dianggap bagi sebagian kalangan sebagai karya sastra pesantren yang “cabul,” meski belum ada kesepakatan yang bulat tentang hal ini (Karel A. Steenbrink, 1988).

Sampai di sini bisa kita lihat, bagaimana perjalanan “sastra pesantren” yang cukup dinamis dari waktu ke waktu yang terkadang terasa kontradiktif-paradoksal. Hingga menyulitkan kita untuk melakukan pememetaan dari berbagai kecenduran yang ada. Akan tetapi yang jelas, “dunia sastra pesantren” sebenarnya menyimpan kekayaan yang tidak dapat dinafikan pada peta sastra dunia. Meski demikian, menurut hemat penulis, sastra pesantren masih harus terus melakukan pencarian dalam pergulatan yang tidak pernah mengenal lelah, demi merengkuh nilai originalitas dan otentisitas. Mampukah? hanya sejarah yang akan membuktikannya.***

Wa fawqa kull dzî ‘ilm ‘alîm…

Ponorogo, 04 Desember 2005.

*) M. Arwan Hamidi (Alumnus Pon-Pes Al-Islam Joresan Ponorogo, Aktivis LAKPESDAM-NU Ponorogo).
Dijumput dari: http://ind.lakpesdam-ponorogo.org/2009/07/09/pergulatan-sastra-pesantren-sebuah-harapan/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi