Kamis, 09 Februari 2012

Rakyat; Kunci Penyelamat Bangsa

Apa Pandanganmu Tentang Rakyat?
Salman Rusydie Anwar
http://sastra-indonesia.com/

Di suatu malam yang lengang, penulis dan beberapa orang teman lainnya terlibat dalam sebuah obrolan sederhana dengan seorang budayawan kondang asal Madura, D. Zawawi Imron, di salah satu sudut kota Jogja. Malam itu tepat malam Minggu. Sebuah momentum yang bagi kalangan muda-mudi merupakan saat yang tepat memadu sublimitas psikologi dari sesuatu yang disebut cinta dan kasih sayang.

Budayawan yang dikenal dengan julukan “Si Celurit Emas” itu pun memulai pembicaraan dari masalah-masalah krusial yang sedang dihadapi bangsa akhir-akhir ini. Terutama sekali mengenai masalah ekonomi, politik sampai kepada masalah-masalah agama. Kedekatan emosional Pak De, begitu kami memanggilnya, dengan beberapa kalangan rakyat membuat pembicaraan kami sedemikian hangat dan bersahaja.

Namun, di antara sekian pembicaraan itu tanpaknya ada beberapa persoalan yang barangkali patut kita renungkan bersama, baik dalam kapasitas kita sebagai pribadi, bagian dari kehidupan keluarga dan masyarakat maupun dalam konteks yang lebih universal, yaitu sebagai bagian dari bangsa itu sendiri. Semuanya adalah sebuah refleksi yang kira-kira masih berguna di tengah-tengah ketegangan masyarakat menghadapi peliknya masalah bangsa.

Beberapa renungan yang bisa diketengahkan dalam kesempatan ini di antaranya adalah: Pertama, sampai detik ini, rakyat masih memiliki potensi vital sebagai pihak yang memegang kunci penentu dari selamat tidaknya bangsa ini. Tentu saja rakyat yang kita maksudkan adalah mereka yang berdiam di komunitas termarginalkan dalam segala kontestasi dan konstelasi keberadaan bangsa.

Pengingkaran terhadap rakyat dalam bidang politik dan ekonomi tidak lain adalah pengingkaran terhadap kedaulatan itu sendiri. Sebab, teori demokrasi manapun yang belum terkontaminasi secara akut oleh sekian kepentingan yang bersifat sementara dan parsial selalu saja menegaskan bahwa rakyatlah pemegang utuh kedaulatan.

Sebagai pemegang utuh kedaulatan dalam suatu negara, maka sangat tidak rasional ketika pemimpin yang dipilih, ditugasi dan dibayar oleh rakyat justeru melakukan tindakan agitatif yang mencerminkan arogansi dan sifat lupa diri mereka terhadap rakyat yang memberikan kepercayaan kepadanya. Dan inilah yang sedang terjadi di negara kita sekarang ini.

Kita cenderung membiarkan masyarakat terlunta-lunta di atas garis ketidakmenentuan nasib yang sebelumnya mereka pasrahkan kepada wakil-wakil mereka di pemerintahan. Sementara para wakil mereka dengan begitu gagahnya melakukan akrobat kehidupan dengan memikirkan kepentingan sendiri melalui cara-cara licik dan mengatasnamakan rakyat. Rakyat dengan sendirinya menjadi dempul dari membengkaknya ambisi dan kelicikan pemimpin-pemimpin mereka.

Kedua, lalu bagaimana dengan peran agama? Bukankah terlalu sering kita menyatakan diri sebagai bangsa dengan penduduk muslim terbesar di dunia? Apakah yang dimaksud “terbesar” itu hanyalah bagian dari kuantitas dan belum sama sekali menyentuh bagian kualitasnya? Dan apa maksud dari kata-kata muslim di atas? Inilah pertanyaan-pertanyaan reflektif yang dilemparkan Zawawi.

Sekian pertanyaan-pertanyaan itu sebenarnya bisa kita temukan jawabannya di kedalaman kalbu kita sendiri-sendiri. Yang paling urgen; adakah korelasi positif antara kemusliman dan ketaatan kita kepada Tuhan dengan proyeksi sosial terutama menyangkut masalah-masalah kemiskinan dan kebodohan misalnya. Tidak sedikit orang yang mengerti agama, terlebih mereka yang sudah “terlanjur” diangkat menjadi pemimpin. Akan tetapi mengapa pengetahuan mereka terhadap agama tak berimplikasi positif bagi upaya pemberantasan kemiskinan dan malah sebaliknya makin menindas-menyengsarakan.

Inilah yang kita khawatirkan. Agama yang kita aktualisasikan adalah bentuk formalisasi semata. Kita mengaku diri sebagai umat beragama karena secara “politis” negara ini menyatakan sebagai negara theistik dan kita takut untuk disebut sebagai orang yang tak bertuhan (atheis). Jika memang demikian, maka tidak heran kalau perilaku “umat yang mengaku beragama” itu sama sekali tak mencerminkan nilai-nilai agama itu sendiri.

Di lain hal, mungkin saja sedang terjadi tindakan-tindakan yang menjurus kepada pengkhianatan agama. Hubungannya dengan masalah kemiskinan misalnya, agama (dalam hal ini islam) dengan terang-terangan mencirikan siapa saja orang-orang yang disebut sebagai pendusta agama. Dalam surah Al-Maun ayat 1-3 Allah berfirman bahwa orang-orang yang mendustai agama adalah mereka yang menghardik anak yatim, tidak memberi makan orang miskin serta di lain hal adalah mereka yang lalai dalam mengerjakan shalat (ibadah)nya.

Kemiskinan yang hampir menjadi ciri warga negara Indonesia dewasa ini jelas tidak bisa kita baca sebagai sesuatu yang mutlak bahwa itu adalah benar-benar “takdir” dari-Nya. Akan tetapi sangat terbuka kemungkinan bahwa miskinnya rakyat Indonesia tidak lain adalah representasi dari tindakan pendustaan agama itu sendiri.

Kekayaan yang dimiliki bangsa ini hanya menumpuk dan berputar di kalangan orang-orang kaya serta terus dikebiri hasilnya oleh para pemimpin yang kebijakan-kebijakannya terkadang bersifat manipulatif. Belum lagi dengan semakin beraninya sebagian masyarakat melakukan penimbunan-penimbunan, entah beras, kedelai, maupun BBM, di saat saudara sesama rakyat lainnya sedang menderita kekurangan.

Melihat kenyataan ini, tidak heran kalau pemuda terjenius dari Arab, Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa, “Tidak akan terjadi kemiskinan kalau orang kaya tidak rakus.” Dalam terminologi ekonomi, siapa yang kaya dan siapa yang miskin sungguh sangat jelas bentuknya. Sementara dalam terminologi politik, orang yang kaya tidak lain adalah mereka yang berpeluang besar menikmati kekayaan melalui jabatan politisnya, sementara orang miskin adalah lagi-lagi rakyat kecil sebagai pemegang kedaulatan yang sayangnya selalu tertindas.

Maka dari itu, semuanya saat ini berpulang kepada diri kita sendiri. Apakah kita akan terus-menerus mengkhianati agama dengan cara menindas rakyat miskin, baik secara ekonomi-politik dan budaya. Atau sebaliknya kita akan belajar menata hati, pikiran, kesadaran dan tindakan kita dari kecarut-marutan menjadi kecerahan yang benderang? Itulah pertanyaan reflektif D. Zawawi Imron untuk kita semua yang sekaligus menutup obrolan kami malam itu. Pertanyaan itu memerlukan jawaban yang benar-benar dapat memenuhi impian dan harapan bangsa Indonesia di masa depan. Sebagai sebuah impian, tentu saja ini adalah impian yang cukup manis, bukan?

Yogyakarta 20 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi