Jumat, 21 Oktober 2011

Ibuku Perkasa

Ahmad Zaini
http://sastra-indonesia.com/

Di bilik rumah sebelah kanan, terdengar suara suamiku mengerang-erang kesakitan. Riuh rendah suaranya terbawa oleh hembusan udara yang memenuhi ruang depan. Rintihan-rintihan itu seakan seperti sembilu yang menyayat-nyayat kalbu. Rasa sakit yang berkepanjangan belum juga sampai ke muara kesembuhan. Pedih rasanya mendengar erangan suami yang menahan rasa sakit di luar kemampuannya.
Suara itu semakin lama semakin keras hingga aku harus berdiri dan beranjak menghampiri suamiku yang masih tergolek di ranjang kamar. Sarung yang membungkus kepalanya perlahan kusingkap, lantas kuusap keringat yang mengucur deras di keningnya. Terasa di telapak tanganku suhu badan suamiku sangat panas. Lalu aku bergegas mencarikan kain kemudian kucelupkan di sebuah ember yang berisi air di samping suamiku. Kening yang mulai berkerut kukompres dengan kain yang sudah kubasahi air. Dengan rasa kasih sayang kuusap perlahan lelehan air mata yang mengalir dari matanya yang agak memerah karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk.

Rasa iba pada suamiku menggelayut dalam pikiranku. Setiap aku bekerja di pasar berjualan kue basah selalu teringat penderitaan yang ia alami sejak penyakitnya kambuh. Sejak ia dipositifkan terkena liver, hampir setiap hari ia berbaring di ranjang. Badannya yang dulu tegap dan gagah mulai ringkih digerogoti penyakit yang tergolong ganas. Dan akhir-akhir ini perutnya semakin membesar. Jangankan untuk berjalan, bangun untuk duduk atau merebahkan tubuhnya kembali harus dibantu.

Kondisi suamiku yang dibekap penyakit seperti itu membangkitkan semangatku bekerja mencari nafkah. Setiap hari aku harus bangun tengah malam untuk membuat kue basah. Saat orang-orang sedang terpulas dalam dengkur, aku sudah bangun melembutkan beras yang kurendam sejak siang hari. Suara antan bertalu-talu menggilas butiran-butiran beras menjadi tepung dalam lesung.

Tanganku yang dulu lembut karena tidak pernah bekerja berat kini tampak kekar seperti kaum pria. Antan setiap tengah malam kuangkat lalu kutumbukkan entah berapa ratus kali hingga beras-beras itu menjadi tepung.

Rasa kantuk tak kuhiraukan. Peluh dingin mengguyur tubuhku yang terbalut kebaya warna kusam kuusir dengan sekedar membuka kancing kebaya bagian atas. Sedikit terasa hembusan angin tengah malam mengusir resa gerah.

Kemudian tungku yang menyala merah dengan jilatan-jilatan api membakar panci, kudiamkan saja hingga masakanku benar-benar matang. Satu persatu kue basah yang baru kuangkat dari panci kutiriskan di tampah agar cepat dingin. Hingga pada akhirnya aku sampai pada pagi yang menjanjikan.

“Pak, aku pamit dulu!” Suamiku tergeragap di tempat duduknya. Lantas ia memberikan isyarat izin kepadaku untuk pergi berjualan kue basah di pasar.

Anak-anakku sudah mulai terbiasa kutinggalkan dalam keadaan tidur. Jika mereka bangun, mereka sudah tidak merengek-rengek memanggilku. Mereka akan pergi ke kamar mandi tanpa harus disuruh atau dibentak-bentak seperti anak-anak pada umumnya. Setelah mandi mereka akan memakai seragam sekolah yang sudah kutaruh di dekat tempat belajarnya lalu sarapan pagi. Dua anak yang masih membutuhkan perhatian orang tua terpaksa harus belajar mandiri karena kesibukanku mencarikan nafkah buat mereka.
***

”Kue, kueeee….! kue, kueee…..!” suaraku beradu dengan suara pedagang-pedang lain yang menawarkan barang dagangan. Di tengah keramian pasar aku relas berdesak-desakkan sambil membawa tampah yang sarat dengan kue basah daganganku. Tangan kekarku selalu mendesak, mendorong orang-orang yang menghimpitku agar daganganku selamat. Sedangkan kedua kakiku selalu berderap seperti kaki-kaki kuda menerjang segala rintangan yang menghadang.

Tanah berlumpur di tengah pasar kuterjang walau lumpur-lumpur itu membalut kaki hingga akan mencapai lutut.

Di tempat yang agak kering aku duduk lalu menjajar kue daganganku di tepi jalan yang selalu dilewati orang. Sambil duduk beralas daun jati yang kutaruh dalam keranjangku, aku sedikit bias bersitirahat melemaskan otot-otot kakiku yang kaku. Kulihat lalu-lalang pedagang dan pengunjung pasar tradisoanal saling berhimpitan. Ia beradu otot untuk saling menyingkirkan agar mereka bisa berjalan ke tujuan. Satu dua orang datang menghampiriku menanyakan harga daganganku. Dengan senang hati mereka kulayani.

”Ini, Bu jajannya,” kataku sambil menyodorkan bungkusan tas kresek berisi jajan kepada seorang ibu yang menggendong anaknya di punggung.

Saat matahari sudah nangkring di langit yang cerah, aku bergegas mengemasi barang daganganku yang tersisa. Sambil berjalan pulang, aku menawarkan daganganku pada orang-orang kampung. Dan syukur Alhamdulillah, saat sampai di rumah daganganku habis.

”Lho, kalian kok sudah pulang?” tanyaku pada anak-anakku.

”Ya, Bu. Aku dan adik disuruh minta uang oleh pak guru katanya kami belum membayar iuran sekolah,” kata anak pertamaku dengan lugas.

”Kok, masih membayar sekolah to? Kalian itu sudah dibayari pemerintah. Jadi sekolahnya gratis,” jelasku pada mereka.

”Ini buktinya!” jawab anak pertamaku sambil menyodorkan surat dari sekolah.

”Oooo, biaya Infaq to…! Kalau begitu, ayo, masuk rumah dulu!” ajakku pada mereka.

Jari-jemariku membuka kepingan uang yang kuletakkan di balik daun pisang yang mengalasi tampah. Kuhitung kepingan-kepingan itu lalu kuberikan pada anak-anakku.

”Terima kasih, Mak!” kata mereka sambil berlari kegirangan kembali ke sekolahnya.

”Buuuuu! Kemari, Buuu!” suara suamiku dari dalam kamar.

Aku melihat suamiku semakin melemah. Ia sepertinya tak kuasa menahan rasa sakit dari perutnya yang bertambah besar. Sebagai seorang istri yang lemah aku hanya dapat menatap penderitaan suamiku yang mengenaskan. Perutnya yang semakin membesar dan mengeras selalu ia pegang sambil merintih kesakitan.

”Ambilkan air, Buuu! Panasss!” keluhnya.

”Sabar, Pak, kuambilkan!”

Saat kukembali dari mengambilkan air, tiba-tiba suamiku tergolek lemas.

Tangannya yang memegang perutnya kuraih dengan perlahan. Ia tak bereaksi.

Waktu kuusap perutnya yang membesar dengan air, juga tak bereaksi. Aku jadi panik. Aku bingung menghadapi kondisi suamiku yang tak berdaya. Saat kutepuk-tepuk pundaknya ia juga diam tak merasakan tepukan tangan kekarku. Aku lantas memanggil Pak Kuslan, tetanggaku. Ia segera datang tergopoh-gopoh untuk memeriksa suamiku.

”Suamimu sudah tiada, Tin!”

”Masya Allah, Bapak……..!” teriakku keras hingga para tetangga yang lain datang ke rumahku.

Sesak dadaku karena larut dalam tangis kehilangan suami yang telah sakit hampir enam bulan kutahan. Air mataku yang sempat membanjiri pipiku segera kuusap dengan gendong yang baru saja kuletakkan di ranjang kamar. Aku berusaha tabah menghadapi cobaan yang selama ini membebani hidupku. Aku harus bisa menerima apa yang telah ditentukan oleh Allah dengan mengambil suamiku yang sangat kucinta. Aku tak mau saat anak-anakku pulang sekolah melihat diriku masih berlinangan air mata. Aku tak ingin mereka bersedih dan meratapi kepergian bapaknya yang mengasihi mereka. Aku harus bisa menjadi ibu yang mengasihi dan melindungi mereka. Aku akan membesarkan mereka hingga mencapai apa yang dicita-citakan. Aku akan berusaha mencarikan jalan kehidupan yang terbaik bagi mereka.

”Ibu….Bapak kenapa?” Aku kaget oleh kedatangan anak-anakku. Aku tergagap menjawab pertanyaan anak sulungku. Aku hanya mampu merangkul keduanya sambil membisikkan kata-kata kematian yang bisa diterima oleh mereka.

Kepeluk dan kubelai rambut yang beraroma orang aring.

”Ikhlaskan kepergian ayah kalian, biar nanti bisa tenang di sisiNya!” bisikku pada anak-anakku.

Menjelang pemakaman kedua anakku diberi kesempatan oleh Pak Modin untuk melihat jasad ayahnya yang terbungkus kain kafan. Mereka lantas berdoa dan memberikan ucapan selamat jalan pada ayahanda tercinta.

Seminggu kemudian, suasana duka dalam keluargaku perlahan mencair oleh kesibukanku sebagai ibu rumah tangga. Aku harus kembali berdagang ke pasar demi masa depan anak-anakku yang masih mentah. Mereka membutuhkan bekal yang banyak untuk mengarungi kehidupan yang semakin ganas. Mereka harus bisa bersekolah walau dengan biaya pas-pasan hasil dari kerjaku berjualan kue basah.

Pada pagi hari saat aku berangkat ke pasar dengan membawa tampah penuh dengan kue basah, ada seseorang yang menghentikan perjalananku. Aku pun berhenti. Eh, ternyata kepala sekolah anak-anakku. Dia memberi kabar kepadaku bahwa anak-anakku mendapatkan beasiswa dari sekolah. Aku menyambut kabar tersebut dengan bersyukur kepada Allah. Aku mengucapkan rasa terima kasih kepada kepala sekolah. Hingga pada akhirnya matahari sudah tak sabar lagi memberikan penerangan bagi jalanku untuk mendidik anak-anakku yang masih belia. (*)

Wanar, 20 April 2010

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi