Selasa, 30 Agustus 2011

Bayang-bayang Sepanjang Kenangan

Rofiqi Hasan, Kurniawan
http://majalah.tempointeraktif.com/

Potret adalah citra tak bergerak. Figur yang dia wakili, kata Roland Barthes, filsuf Prancis penulis Camera Lucida, tak hanya diam, tapi juga dibius dan diikat, seperti kupu-kupu. Tapi kita sengaja membekukan kupu-kupu itu untuk mengabadikan kenangan, menjadikannya saksi atas kehidupan, karena hidup itu pada akhirnya mati.

Banyak kenangan berlesatan di benak perupa Yogyakarta, Agung Kurniawan, ketika membuka album foto keluarganya beberapa tahun lalu. Kenangan itu kini dia eksplorasi dalam berbagai media pada pameran The Lines that Remind Me of You di Kendra Gallery, Seminyak, Kuta, Bali, sejak pekan lalu hingga 22 Mei nanti. Inilah pameran tunggal pertamanya setelah lima tahun vakum tampil solo.

Salah satu kenangan yang ia bangkitkan dalam sebuah karya adalah adegan pada masa kecilnya ketika bersama saudara-saudaranya mengikuti suatu pawai. “Saya ingat itu acara Agustusan, tapi lupa kapan dan di mana,” ujarnya.

Karya berjudul My First Parade in 1974 itu berupa batangan besi tipis yang dibentuk menjadi garis-garis yang menggambarkan tiga anak berseragam sekolah sedang bergandengan tangan dan satu anak di depan berpakaian polisi. Agung suka menyebutnya besi gambar, tapi kita mengenalnya sebagai terali. Ya, terali seperti batangan besi melengkung-lengkung yang menghiasi pagar rumah Anda.

Tapi, di tangan Agung, terali itu ditempelkan dengan jarak tertentu ke tembok putih dan mendapat sorotan lampu. Akibatnya, terali itu menghasilkan garis-garis bayangan pada dinding. Agung mengibaratkan foto-foto itu sebagai terali yang kokoh dan padat, tapi kenangan hanyalah lapisan tipis yang tersimpan di alam bawah sadar. Ketika ditampilkan secara bersamaan, keduanya saling mengisi sekaligus tumpang-tindih dan mengaburkan. Agung sebenarnya mengeksplorasi terali sejak dua tahun silam. Beberapa karya teralinya pernah pula dia pajang di Kedai Kebun, kedai merangkap galeri miliknya di Yogyakarta.

Tentu saja penggunaan teknik ini bukan perkara mudah. Agung harus berkeliling ke mana-mana untuk menemukan tukang las yang peka terhadap kelenturan besi setebal lima milimeter dan mampu membuat bentuk sesuai dengan sketsa yang dibuat Agung.

Pada karya lainnya, seniman dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu menggunakan media kertas untuk melukiskan pedihnya rasa kehilangan seorang kakak yang menjadi kebanggaan keluarga. Foto-foto profil sang kakak serta saat-saat menyenangkan bersamanya dilukiskan kembali dan dibaurkan dengan aneka pertanyaan mengenai keberadaannya sekarang. Ia menyiratkannya dengan menghilangkan wajah-wajah dan menjadikannya ruang kosong tempat dahan-dahan tumbuh.

Agung adalah pendiri Yayasan Seni Cemeti, yang kini menjadi Indonesian Visual Art Archive. Karyanya sudah tersebar luas dan dikoleksi kolektor serta lembaga di beberapa negara. Karya terakhirnya pada 2008, sebuah instalasi Becom(ing) Dutch Project, kini menjadi pinjaman permanen di Van Abbe Contemporary Art Museum, Eindhoven, Belanda.

Karya-karya terbarunya yang sangat sublim dan individual ini seakan menegaskan pergeseran Agung sebagai perupa yang dulu sangat getol mengangkat tema sosial dan politik. Ia dulu dikenal, antara lain, karena karya Very Very Happy Victim (1996), yang menampilkan sepuluh wujud manusia yang digantung terbalik dengan wajah bertopeng tersenyum lebar. Karya ini merepresentasikan situasi politik Orde Baru, ketika masyarakat terbuai oleh kenyamanan semu dan abai terhadap persoalan sosial-politik.

Premis akan perubahan orientasi Agung itu ditegaskan lagi oleh seri lukisan cat air The Things Write Their Own Stories. Pada seri ini, Agung asyik melukiskan secara spontan benda-benda dan gagasan yang menyelinap dalam pikirannya. Dia menghindari rencana-rencana karena percaya adanya narasi tersembunyi yang merupakan hasil rekaman kejadian sehari-hari. “Seperti mengigau dan menuangkan mimpi-mimpi,” ujarnya.

Perupa kelahiran Jember, 14 Maret 1968, itu juga mengabaikan penilaian orang. Ia menganggap perkembangannya saat ini adalah hasil dari hibernasi atau penyimpanan energi setelah selama lima tahun menolak melakukan pameran tunggal. Dalam pameran kali ini, ia merasa memiliki kebebasan, termasuk menolak harapan orang akan dirinya.

Namun ia bukan berarti tak menyentuh tema politik. Lihatlah karya terali yang menampilkan adegan saat Saddam Hussein ditangkap marinir Amerika Serikat. Tentara itu dengan pongah sengaja memamerkan kondisi Saddam yang tampak tak berdaya, berewokan, lusuh, dan awut-awutan setelah ditangkap di lubang persembunyiannya. Adegan pada foto yang tersebar di media-media internasional itu menjadi memori kolektif akan keperkasaan Amerika sebagai penguasa dunia.

Karya teralinya melambangkan kekokohan memori yang dibangun foto itu. Tapi, pada saat yang sama, ia menampilkan bayangan di tembok sebagai garis-garis tipis dan membuat adegan penangkapan Saddam layaknya sekadar permainan cahaya. Bila sudut-sudut pencahayaan atau warnanya diubah, bisa jadi memori itu pun akan semakin jauh dari faktanya. Karya itu mengkritik kenyataan bahwa setiap media selalu memiliki agenda tersendiri.

Briggita Isabella, penulis yang menjadi kurator pameran ini, menilai karya-karya terbaru Agung meneguhkan kecenderungan perubahan tematik Agung pascareformasi 1998, yakni karya-karya yang lebih humanis dan universal dibanding karya-karya kritis yang bercorak politis. “Mungkin karena dia sudah kehilangan lawan yang jelas. Sedangkan dunia politik semakin kurang jelas,” katanya.

Perubahan tematik itu merupakan kecenderungan umum para seniman karena pernyataan politik kini nyaris tak lagi memerlukan komodifikasi. Seni tidak lagi diperlukan sebagai substitusi atau pengganti untuk mewakili aspirasi masyarakat. Pernyataan “Ketika jurnalisme dibungkam, maka sastra harus bicara”, yang sempat populer, kini tak berlaku lagi. Namun, menurut Isabella, “kenyinyiran” Agung sebagai seniman tak bisa hilang begitu saja, khususnya saat ia berbicara tentang kalangannya sendiri: para perupa.

Hal itu terwakili dalam dua karya yang ditampilkan. Satu karya adalah apropriasi atau “daur ulang” atas karya pelukis pada 1480, Andrea Mantegna. Dalam lukisan The Lamentation of Christ itu, Mantegna menggambarkan kematian Yesus sebagai kematian orang-orang biasa dengan mengabaikan kode-kode sakral yang telah ditetapkan pihak gereja. Agung kemudian mengganti wajah Yesus dengan wajah seorang seniman gendut untuk menyatakan sindiran bahwa seorang seniman besar pun bisa mati seperti orang biasa bila telah dibuai oleh kenyamanan.

Lukisan itu ditampilkan pada tembok. Kali ini dengan menambahkan elemen infus yang dihubungkan dengan gitar elektrik. Agung seperti hendak berkata, bila mau memperpanjang hidup, mestinya si seniman bergaul dengan dunia anak-anak muda.

Karya lainnya menggambarkan aksi membunuh naga, yang merupakan simbol para kolektor yang selama ini menjadi sasaran keluhan para perupa muda. Lukisan itu merupakan saran Agung agar para perupa muda berani melawan kolektor yang berusaha menyetir pasar seni rupa. Meski demikian, Agung menyiratkan hubungan antara kolektor dan seniman adalah hubungan saling menghidupi. Di tengah naga yang bergelimpangan terlihat aksi si pembunuh meneteskan darah ke mulut sang naga, yang dalam tradisi tertentu diyakini akan menghidupkan kembali monster raksasa itu.

Perlawanan terhadap kemapanan juga ditunjukkan dengan medium yang beragam. Agung menuturkan, selama ini ia menolak berpameran tunggal karena dipaksa mendahulukan lukisan, jenis karya rupa favorit para kolektor. Kini dia merayakannya dengan aneka media, seperti terali, cat air, serta lukisan di tembok.

02 MEI 2011

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi