Senin, 21 Maret 2011

Untuk Apa Memetakan Penyair Sumatera?

Udo Z. Karzi*
Cybersastra.net, 5 Sep 2003

Aku membaca esai Isbedy Stiawan Z.S., “Jakarta dan Tabung Orba” (Lampung Post, 3 Agustus 2003). Isbedy menyikapi acara Temu-Dialog Penyair se-Sumatera di Padang, Sumatera Barat, 8–13 Agustus 2003. Isinya sama seperti kebanyakan esai yang terbit di koran-koran: daftar sekian banyak nama penyair, media, dan institusi kepenyairan.

Pola serupa juga aku temukan dalam esai Gus tf, “Kepenyairan Sumatera” (Media Indonesia, 3 Agustus 2003). Penyair asal Solok, Sumatera Barat, itu menyebut nama-nama yang secara kebetulan muncul di media massa, terutama yang terbit di Jakarta. Seolah-olah, yang disebut penyair itu hanyalah mereka yang karya-karyanya dimuat di koran Jakarta atau kumpulan puisinya diterbitkan oleh penerbit-penerbit besar.

Ini sebuah kekeliruan. Isbedy pun demikian, setidaknya, dalam beberapa esainya sehingga muncul penegasan semacam ini, “Saya sependapat dikatakan Agus Hernawan (baca: “Mau Apa Temu-Dialog Penyair Sumatera”, Padang Ekspres, 27 Juli 2003) bahwa Sumatera–pulau yang luasnya selebar Inggris sampai kini tidak memiliki media yang signifikan dan berkualitas. Ironis memang, Sumatera tidak memiliki jurnal, majalah, atau penerbitan sekelas Kalam, Horison, Jurnal Prosa, Jurnal Puisi, Jurnal Cerpen, Media Indonesia, Koran Tempo, Kompas, penerbit buku Indonesia Tera, Bentang, Jendela, Jalasutra, Senayan Abadi, Gama Media, dan masih banyak lagi.” Lalu, Isbedy berkutat pada isu-isu lama: Jawa dan Bali dominan karena diuntungkan berbagai faktor…. Tak perlu aku kutip lagi soal itu di sini.
***

Apa yang menyebabkan penyair menjadi istimewa atau paling tidak merasa harus diistimewakan sehingga kalau ada penyair yang “pensiun” dalam arti tidak menulis lagi, beramai-ramailah penyair yang masih menulis syair dan lumayan produktif menggugat atau menangisi “kematian” sang penyair?

Bersyukurlah mereka yang dianugerahi semangat tinggi menyair, sehingga masih menjadi penyair sampai tua, bahkan sampai meninggal. Namun, penyair yang tidak lagi membuat syair, apakah dengan begitu ia tak bisa lagi disebut penyair? Adakah seorang pensiunan penyair seperti layaknya seorang pensiunan pegawai negeri? Bagaimana pula dengan karya-karya mereka yang sudah lama pensiun? Apakah mereka tidak layak masuk dalam peta kepenyairan terkini meskipun mereka masih hidup?

Seorang “pensiunan penyair” berkata, “Ternyata lebih nikmat membaca, apa saja. Soalnya, apa lagi yang mesti ditulis karena semua sudah ditulis orang.” Bagaimana kita mengartikan ini? Rasa frustrasi, sinisme, atau kritik? Tersirat dalam pikiranku, orang masih menulis (puisi, cerpen, artikel, atau apa pun) di media massa untuk melakukan komunikasi. Tidak lebih tidak kurang. Syair? Pernah suatu ketika aku begitu keranjingan dengan puisi, sehingga semua jenis puisi yang diterbitkan dalam bentuk buku atau dimuat di media massa, aku baca dan mulai membuat puisi. Namun, ketika–sama dengan cerpen–aku menemui nama-nama yang sama dari waktu ke waktu, aku cuma bisa bilang: “Bosan!”

Tentu saja aku tidak bisa begitu mengecilkan arti sebuah karya puisi dan penyair yang menulisnya. Aku akui, mungkin, aku tak mampu melakukan hal yang sama apalagi lebih baik dari itu. Aku hanya teringat pada kampung halamanku. Di desaku yang kini disebut pekon, puisi tak pernah ditulis. Puisi atau apa pun namanya dalam bahasa Lampung hanyalah sesuatu yang diciptakan, mungkin spontan untuk merayu muli sikop (gadis cantik) yang kebetulan lewat. Tak ada orang yang mengaku telah menciptakan sajak. Tak ada yang mengaku dirinya penyair. Syair itu hanya hadir seperti angin lalu. Hanya berarti bagi yang mengucapkan dan seseorang yang dituju. Begitulah.
***

Sumatera gudangnya penyair. Aku sepakat! Tapi pertanyaannya: penyair itu apa? Penyair Sumatera itu yang mana? Perlu benarkah peta penyair Sumatera itu? Bukankah Sumatera telah menjadi Indonesia? Padahal, nama Indonesia sebagai tanah, bangsa, dan bahasa itu baru ada setelah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dan, sampai sekarang pun keindonesiaan kita masih tetap bermasalah.

Aku teringat Ajib Rosidi. Ia pernah mengatakan bahasa Melayu tidak sama dengan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu adalah bahasa daerah. Di Sumatera, daerah-daerah yang dapat diidentifikasi berbahasa Melayu hanyalah sebagian Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Palembang. Bagaimana dengan bahasa Batak, Aceh, dan Lampung? Ini cukup menjadi soal ketika hendak membuat peta penyair Sumatera.

Ini soal tradisi saja. Bicara syair, dalam budaya lama–belajar dari bahasa Lampung misalnya–syair-syair tak pernah ditulis, ia hanya dihapalkan dan disampaikan. Setelah itu, dilupakan tak mengapa. Tentu saja, kalau ini terus berlanjut, bukan mustahil tradisi bersyair, lisan atau tulisan, pelan-pelan tergerus zaman. Dalam pada itu, kita sepakat terus melestarikan tradisi bersyair itu. Agar tak mudah lupa, sudah saatnya menyeimbangkan antara keberadaan kelisanan dan keberaksaraan.

Jika ada ide membuat peta penyair atau yang lebih luas lagi peta sastrawan Sumatera, aku pikir akan bagus sekali. Hanya, peta yang dibuat tentunya bukan “peta politik penyair”. Sebab, kecondongan itu selalu ada. Gugat-menggugat, antikritik, dan segala jenis keluhan selama ini tak lebih dari pernik-pernik keterkungkungan kaum penyair atau sastrawan.

Tak perlu diributkan soal seseorang yang berhenti bersyair. Sebab, pada akhirnya sastrawan adalah politikus, yang perlu menyosialisasikan pemikiran politiknya (dalam bentuk karya sastra), memerlukan media sosialisasi kalau bukan kampanye seni, yang kadang merasa perlu mendapatkan kewewenangan, kekuasaan atau legitimasi dari masyarakat, serta memperluas wilayah “kekuasaan”-nya ke seluruh antero jagad.

Kesan proyek politik ini menjadi kuat jika penyair malah kembali membangun sentimen lama: soal sentralisme, otonomi, keuangan, ketidakadilan media pusat seraya menyodorkan segudang kelemahan-kelemahan di daerah. Revitalisasi sastra pedalaman atau apa pun namanya terbukti hanya membuat penggagasnya kini berada di puncak popularitas. Setelah itu, berhenti! Jadi, tak perlu ada pemilihan presiden penyair Sumatera atau apa pun namanya.

Peta penyair harus diakui penting bagi mereka yang benar-benar belum pernah masuk ke dunia syair atau berkunjung ke surga para penyair. Walaupun begitu, ia tetap penting dibuat. Bukan untuk sebuah monumen, tetapi untuk bisa menyelami lagi apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana (semacam 5W + 1H). Tidak sekadar peta, barangkali saja dibutuhkan sebuah mekanisme komunikasi di antara pekerja syair, pengawas syair, atau pemantau syair. Ketimbang mengembangkan rasa curiga di antara kita, lebih baik, misalnya, membangun jaringan penyair se-Sumatera untuk menciptakan suasana yang memungkin saling berkomunikasi, berbagi cerita, dan membangun kreativitas baru.

*) Penyair. Buku kumpulan puisi dwibahasa Lampung-Indonesianya: Momentum (2002).
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2003/09/esai-untuk-apa-memetakan-penyair.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi