Rabu, 16 Maret 2011

MEMBACA DUNIA NUREL *

Marhalim Zaini **
http://sastra-indonesia.com/

“Ada logika-logika aneh dan asing, ada sentakan pemberontakan yang ajaib, ada teriakan-teriakan keras dan dalam, ada hasrat untuk membangun dunia sendiri. Ada lompatan-lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling, ada jerit dari jerih kata yang diperas berulang-ulang, ada laut yang saling berbalik arah debur ombaknya.”

Demikian komentar saya via sms, beberapa waktu lalu saat menerima dan membaca sejumlah buku (berukuran) mungil yang dikirim oleh Nurel Javissyarqi. Buku-buku yang hemat saya lahir dari kegelisahan spiritualitas khas para pejalan sunyi, yang bergumam, berbisik atau terkadang menjerit dalam lengking panjang tak berujung. Ada dalam bentuk surat-surat, aforisma, syair, puisi, kisah, dan sejumlah bentuk yang tampaknya sedang membangun frasa nafasnya dalam lorong hidupnya sendiri. Dan saya kira, komentar saya di atas, juga kelak berlaku dalam pembacaan saya terhadap sebentuk buku lain yang juga ditulis oleh Nurel, berjudul Kajian Budaya Semi, ini.

Barangkali, di dunia hiruk, penuh lintasan peristiwa dan kolase waktu yang berselirat serupa jaman kini, tidak ada yang mustahil. Setiap yang lahir dari rahim pemikiran siapa pun akan selalu hadir sebagai segumpal wacana, dengan segala potensinya, berupaya keras untuk ikut bergabung dalam wilayah publik yang lebih luas, mencoba hidup berdampingan dengan sejumlah tubuh-tubuh wacana lain. Dalam konstelasi serupa itu, yang terjadi kemudian adalah kompetisi. Bukan sebuah kompetisi yang semata ditata oleh sebuah sistem produksi yang massif, akan tetapi juga dalam sebuah lingkungan terkecil, bahkan tersempit dari sisi yang paling tepi. Dan apakah sempat kita sadari bahwa rupanya masih demikian lengkap hidup kita ini dengan pernik-pernik kesadaran terkecil yang (mungkin) selama ini tidak tersentuh. Dan sosok Nurel (dalam sejumlah bukunya) adalah satu dari sekian pernik yang tidak tersentuh itu.

Sejak semula saya mengenal Nurel, saat saya masih di Yogyakarta dulu, saya selalu melihat ada jerih dari semangat yang sulit pecah saat terbanting. Berulang-ulang Nurel terhimpit dalam situasi payah, tidak membuatnya sayang pada segala benda dimilikinya untuk “dikorbankan” bagi penebus hasratnya menerbitkan sebuah buku dan menggiatkan sejumlah kegiatan sastra. Dan sampai kini, meski saling berjauhan, saya masih terus melihat Nurel “mengabdikan” dirinya dalam dunia tulis-menulis, justru dengan frekuensi lebih besar. Produktivitasnya tampak seperti sedang berlomba-lomba berkejaran dengan waktu. Meski awalnya saya katakan, bahwa Nurel tidak sedang ikut berkompetisi dalam sebuah sistem produksi massif, akan tetapi, kini tampak ia sedang bergerak menguji sejumlah kemungkinan untuk bisa menerobos sekat-sekat itu, dengan berkayuh di atas perahunya sendiri. Ini berat sekaligus ringan; Berat sebab sekat-sekat itu demikian kokoh dibangun oleh sejarah (tulis-menulis) yang permanen serta dihuni nama-nama besar. Dan ringan, karena ternyata Nurel memiliki jaringan komunitasnya sendiri, dengan tanpa mengikutsertakan beban historisnya.

Hal paling esensi yang dapat saya tangkap dari proses macam itu (terutama dalam diri Nurel) adalah sebuah hasrat untuk terus “memelihara” kejujuran, ketulusan, sekaligus “kebebasan” dalam berekspresi. Bahwa saat membaca “dunia Nurel” dalam (bisa dikatakan) seluruh karyanya, saya (atau kita) sebagai pembaca tidak akan bisa serta merta melepaskan diri dari konstruksi bahasa yang ditawarkan oleh Nurel. Tidak semata pada fiksi, namun juga non fiksi (seperti buku ini yang Nurel sebut sebagai semi ilmiah). Bahasa, tampaknya bagi Nurel, adalah media sangat kompromis dan demikian terbuka untuk diajak melakukan eksperimentasi, baik dalam wujudnya konvensional, maupun dalam hal membangun permaknaannya sendiri. Barangkali inilah yang saya lihat sebagai ada lompatan makna dalam bahasa yang berguling-guling. Maka, harus dimafhumi jika pembaca temukan sejumlah kata, frasa, bahkan kalimat yang terdengar aneh dan asing. Dari sini, justru dapat terlihat bahwa Nurel sedang membebaskan dirinya dari “beban” bahasa formal dan langsung melompat pada wilayah pemikiran-pemikiran yang tampak tidak terbendung untuk tumpah.

Selanjutnya, membaca pemikiran Nurel, benar-benar sedang terombang-ambing di atas laut yang berbalik arah debur ombaknya. Pada bagian pertama, Indonesia Merangkak Menuju Matahari, adalah awal dari proses panjang menelusuri teriakan-teriakan keras, sentakan pemberontakan (Nurel) yang ajaib. Ajaib dalam konteks ini adalah jelmaan-jelmaan pemikiran yang terkadang hadir membayang dan berseliweran. Ada emosi personal sedang bercakap-cakap dengan gelombang narasi besar peradaban dunia. Sebuah dunia yang kelak terpetak-petak dalam wilayah mata angin, terutama Barat dan Timur. Saya menangkap, bahwa Nurel sedang “berkubang” dengan sejumlah pertelingkahan dua arah mata angin itu sebagai sebuah sikap atau sebuah jawaban atas kecemasan-kecemasan kolektif yang dialami bangsa ini. Sisi spiritualitas kemudian dikedepankan sebagai wilayah masih perawan, yang masih menyimpan “rumah alternatif” bagi kembalinya segala persoalan.

Apa yang kemudian Nurel sebut sebagai “Kekuasaan Dan Kemenyan” di sub bab pertama, adalah simbolisasi diri dan refleksi atas kegemaran sebuah bangsa pada korupsi. Korupsi yang menjadi salah satu penyebab timpangnya realitas sosial kita, seolah telah mentradisi dan sekaligus menjadi representasi dari rentannya sistem birokrasi spiritual kita. Saya membaca kata-kata; pengangguran, peperangan, kegagalan, pembangunan, penjarahan dan tragedi pada sub pembahasan berikutnya, ialah buah upaya membeberkan problema yang kian membuat sebuah bangsa berhadapan dengan dirinya sendiri sebagai pribadi tanggung, penuh paradoks.

Sementara pada bagian ke dua, secara lebih mengkerucut, Nurel tampak sedang menelisik persoalan pada wilayah vertikal, wilayah transedensi, wilayah segala sesuatunya menemukan keberadaan diri yang sesungguhnya. Latar belakang Nurel sebagai seorang yang sempat dan selalu menyinggahi dunia pesantren, telah membawa kajiannya pada celah-celah cahaya bagi kegelapan sebuah dunia, dalam sebuah lingkaran bernama agama. Wacana tuhan berkembang dalam segala seluk-beluk pemikiran, menyinggung sisi kemanusiaan kita sebagai yang dilahirkan dalam sebuah lingkungan kebudayaan yang tak tunggal. Ada perbenturan, pergesekan yang bermuara pada pernyataan-pernyataan tentang paradigma “kebenaran.” Tokoh-tokoh seperti Nietzsche pun (yang mencuat dengan Kematian Tuhannya) kemudian acapkali menjadi sesosok “hantu” yang mengganggu.

Jika berpatokan pada judul buku ini (Kajian Budaya Semi,) maka inti dari perbincangannya tampak lebih fokus di bagian ketiga. Kebudayaan sebagai sosok intim dengan manusia terlihat sedang “bermesraan” dalam sebuah kesadaran individu si penulis. Meski pada pembahasan berikutnya, kebudayaan seolah sedang berselingkuh dengan perubahan-perubahan yang datang menggoda, lewat pakaiannya yang molek. Lalu peradaban bagi puncak sebuah kebudayaan dipertanyakan. Dicubit sensitivitasnya. Sekaligus diperbantahkan segala infra-strukturnya. Meski hemat saya (sebab kena virus, kelanjutan tulisan ini via sms); Hemat saya, hrs dicari korelasi yg cukup tegas jika kmdian (pada sub briktnya) wilayahnya meluas smpai pd soal kajian bhsa si penulis sndiri. Dan dicari konteks yg lbh tepat, tentu dalam kapasitas sbuah tema pmbhasan yg lbh spesifik.

(alinia baru). Saya kira, pd dua bab trakhr buku ini, Nurel justru sdg melmpat ke wilayah yg lain; Kecantikan & Mistis, Mahabbah, Syauq, Muwajjaha, yg lbh menunjam ke ruang2 personal kemanusiaan kita. Mgkn bagi Nurel, persoalan2 inilah yg ssngghnya (kembali ke via internet atau email); yang patut menjadi perhatian serius dalam rangka membangun sebuah peradaban. Apa yang tampak menjamur dalam banyak media dunia modern kita kini, adalah sebuah klise. Cinta hadir dalam tubuhnya yang compang-camping, dalam beragam pengertian, perlakuan terhadapnya. Terlepas bagaimana Nurel mengaitkan pembahasannya terhadap dunia kaum mistis, saya menangkap bahwa Nurel hendak mengarahkannya pada esensi. Pada sesuatu yang kini tampak tak tersentuh, terlupakan.

Dan inilah yang saya anggap sebagai hasrat untuk membangun dunianya sendiri. Lewat buku ini, kita sedang diajak mengembara ke dunia yang tumbuh diam-diam dalam ketidaksadaran kita. Sebuah dunia (yang mungkin) terasa chaos, tak terperhitungkan, tak terduga dan absurd. Kesadaran apapun yang kemudian tumbuh dari pembacaan itu, adalah hasil dari tangkapan pemahaman kita terhadap sebuah realitas. Jika kemudian ada kegamangan, ketidakteraturan, ketidakmenentuan, dan tumbuh sejumlah penyakit dalam diri kita, maka itulah virus. Virus yang sebenarnya telah tertanam jauh sebelum diri kita terlahir. Selamat masuk ke dunia Nurel.

**) Berkhidmat di Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) Pekan Baru.
*) Tulisan Marhalim Zaini di atas adalah lampiran di buku “Trilogi Kesadaran,” cetakan I, 2006, yang sebelumnya sebagai pengantar buku stensilan “Kajian Budaya Semi,” cetakan I, 2005, karya Nurel Javissyarqi, penerbit PuJa [PUstaka puJANgga].
Bacaan lain terkait: http://sastra-indonesia.com/2010/03/dunia-anomali-di-mata-mistikus/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi