Kamis, 24 Februari 2011

Ada Apa dengan Para Sastrawan Lampung?

Dahta Gautama*
http://www.lampungpost.com/

PERKEMBANGAN dunia sastra di Lampung memasuki tahun 2000 hingga 2005 begitu gegap gempita. Setidaknya, ada 8 penyair dan cerpenis yang lahir pada rentang waktu itu. Untuk sekadar menyebut beberapa nama antara lain Jimmy Maruli Alfian, Inggit Putria Marga, M. Arman. AZ, Dyah Indra Mertawirana, Ardiansyah dan Alex R. Nainggolan. Memasuki tahun 2004 tiba-tiba ‘menohok’ seorang Lupita Lukman. Penyair perempuan ini begitu tiba-tiba langsung ‘bermain’ di koran nasional. Ada juga Y. Wobowo penyair asal Yogya yang kembali ke kampung halaman (Lampung) dan konsisten menyajikan suasana lokal dalam sajak-sajaknya.

Para sastrawan Lampung terkini itu lahir setelah era Iswadi Pratama, Ahmad Julden Erwin, Panji Utama, Budi P. Hatees, dan Udo Z. Karzi. Sempat ada kevakuman setelah era Iswadi dkk. Kevakuman itu sempat menjadi semacam kekhawatiran para pelaku sastra sebelum era Iswadi. Rentang tahun 1992–1996 Iswadi dkk begitu produktif menulis dan mempublikasikan karya-karyanya baik di media lokal maupun media pusat. Setelah itu pada 1997–1999, tak ada penyair maupun cerpenis regenerasi.

Namun, saya kira bukan semacam kelatahan bila mendadak memasuki tahun 2000 bermunculan nama-nama baru di belantara sastra ranah Lampung. Perkembangan kesusastraan modern di Lampung saat ini bisa dikatakan sebagai hal yang sangat fenomenal. Betapa tidak, hampir setiap minggu karya-karya sastrawan Lampung muncul di koran-koran pusat (nasional) dan Lampung sebagai lumbung sastra nasional juga diakui oleh pengamat dan pelaku budaya Nirwan Dewanto. Dengan terpublikasinya karya-karya para sastrawan era 2000 itu, notabene karena penilaian obyektif para redaktur budaya koran nasional, yaitu: mutu!.

Namun ada apa sebenarnya dengan para sastrawan Lampung? Mundur ke belakang, saya akan sedikit bercerita. Saya masuk Lampung pada 1997, sebab pada 1991 hingga 1997 saya bermukim di Bengkulu. Namun, dari teman-teman di Lampung dan ketika saya bermukim di Bengkulu, Lampung Post Minggu juga masuk Bengkulu, lalu saya menjadi tahu peta kesusastraan di Lampung. Sehingga meskipun tidak bermukim di Lampung dengan sangat akrab saya mengenal nama-nama: Iswadi Pratama, Gunawan Parikesit, Budi P. Hatees, dll.

Cerita pribadi saya tersebut sebagai instrumentalia pengetahuan saya akan peta sastra di Lampung sesungguhnya cukup lengkap. Mulai dari sastrawan A. Malik Zulqornain hingga Lupita Lukman, cukup saya kenal walaupun hanya sebatas ‘kenal’ pada karya-karyanya saja.

Mengenal rekan-rekan sastrawan dari berbagai generasi tersebut saya menjadi tahu bahwa kalau ada semacam ‘kubu’ di dunia kesustraan modern di Lampung. Pengetahuan saya tentang ‘kubu’ sastra di Lampung ini saya peroleh dari polemik-polemik yang kerap muncul di media massa. Yaitu antara sastrawan Budi P. Hatees dan sastrawan Isbedy Stiawan ZS (Budi P. Hatees adalah sastrawan yang bekerja di Harian Lampung Post sebagai wartawan dan redaktur budaya).

Pada tahun 2002 semacam ‘kabar burung’ bahwa penyair Budi P. Hatees memiliki basis penyair-penyair muda seperti Alex. R Nainggolan dan Dina Oktaviani (mungkin ada beberapa nama lainnya). Pada saat itu polemik mengenai usul ‘pensiun’ bagi sastrawan angkatan tua harus segera dimulai. Dalam sebuah Diskusi Sastra di DKL Dina Oktaviani meminta agar para sastrawan tua yang tidak produktif atau setengah produktif sebaiknya pensiun saja dari ranah sastra. Kemudian opini tersebut menjadi polemik yang cukup dahsyat, saat Alex R. Nainggolan juga mendukung usulan Dina tersebut dalam esai sastranya yang dimuat di Lampung Post. Polemik-polemik tersebut, terkesan memanah Penyair Isbedy Stiawan ZS, sehingga Isbedy mesti menjawab tantangan para pengkritiknya dalam sebuah tulisan di media massa.

Sementara dari kubu Isbedy ada penyair Jimmy Maruli Alfian, Ari Pahala Hutabarat, M. Arman AZ dan sebagian sastrawan-sastrawan muda lainnya. Sekali lagi ini cuma kabar burung, kebenarannya tidak otentik.

Namun, terlepas dari ada kubu-kubuan atau blok-blokan tersebut, sebagai insan sastra saya menilai bahwa dinamika kesusastraan modern di Lampung kurang cukup kondusif. Hak jawab yang dilakukan sastrawan Isbedy Stiawan ZS di Lampung Post, 9 Juli 2005. Ketidakpuasannya atas pemberitaan di Lampung Post tentang peluncuran kumpulan cerpen Sendainya Kau Jadi Ikan di Toko Buku Gramedia, tulisan tersebut melibatkan penyair Iswadi Pratama yang ‘memang’ tak pernah berkata-kata seperti apa yang ditulis di dalam berita tersebut. Kemarahan Isbedy Stiawan dalam hak jawabnya kepada Budi P. Hatees, sungguh ‘pasti’ telah menyesakkan bagi para sastrawan lainnya yang memang tak pernah tahu sesungguhnya ada apa antara Isbedy Stiawan ZS dan Budi P. Hatees.

Namun itulah dinamika? Polemik dan ‘keributan’ kecil bukan hanya milik wilayah politik. Namun, juga merambah sastra. Mungkin ada politik di sastra?

Mohon dimaklumi, apabila saya begitu khusus membicarakan dua tokoh sastrawan ini (Isbedy Stiawan ZS dan Budi P. Hatees). Karena saya kira bukan menjadi rahasia lagi di kalangan para sastrawan muda lainnya, bahwa memang ada semacam ‘pergulatan’ halus antara mereka berdua.

Mengapa harus ada pergulatan, kebencian dan permusuhan? Bukankah kita sama-sama insan sastra? Sastrawan peraih Nobel Derek Walcott dalam pidato budaya sastranya mengatakan bahwa penyair akan tumbang dan kesepian ditinggal sajak-sajaknya apabila ia mengacaukan wilayah orang lain dalam urusan pribadinya. Itu artinya sastrawan tidak boleh jauh-jauh dari nurani, jangan berpolitisasi dan berdendam-dendam.

Ada apa dengan Isbedy Stiawan ZS dan Budi P. Hatees? Entahlah hanya mereka berdua yang tahu. Pasti ada yang masih tersisa di masa lalu dan masih ada yang tersimpan di hati hingga kini.

Sesungguhnya dua sastrawan ini memiliki kesamaan. Sajak-sajak mereka meski lain gaya, namun sama-sama profetik dan indah. Sesungguhnya kedua penyair ini telah berhasil menyuguhkan dunia madu dalam sajak-sajaknya. Ada tema kemanusiaan, Tuhan, cinta, sosial dan keadilan. Namun mengapa berseteru?

Mari kita simak sajak Budi P. Hatees: cukup sudah kehadiran ini/di sini di ruang sunyi/aku tuliskan pada dinding-dinding/kesepianku/selamat datang, malam!/kelam ini menggeliatkan pucuk-pucuk mimpi/seperti kelelawar berdiam di sana/ribut mencium/ diteteskan waktu (“Syair Persahabatan III”).

Lalu kita simak sajak Isbedy Stawan ZS: telepon saja tak memberiku waktu/untuk bersapa/denganmu/lantas apalagi yang bisa kuharapkan/ketika kau putar/haluan perahumu/ke dermaga lain/inilah musim/kau bisa datang/dan berangkat kemana suka (“Dari Sebuah Telepon”).

Dalam sajak ‘Syair Persahabatan III’ Budi P. Hatees mengharapkan kehadiran orang saat ia berada di ruang tak berpentilasi. Yang ada hanya sepi, padahal ia ingin bersapa dengan seseorang. Kemudian ia menjadi gagap ketika tak bertemu orang yang ingin ia ajak bercakap-cakap, serasa berada di klimaks mimpi.

Sajak “Dari Sebuah Telepon” Isbedy Stiawan ZS memberi waktu kepada siapa saja yang ingin menyapanya melalui telepon. Namun, tidak ada yang ia harapkan ketika orang-orang pergi ke dermaga untuk naik perahu pergi ke suatu pulau, kemudian menyendiri dan bersunyi-sunyi di sana.

Sinkron bukan, kedua isi sajak dua penyair yang sedang berseteru itu? Bila Budi P. Hatees ingin menyapa siapa saja untuk mengisi sunyinya, agar ia tak menjadi gagap ditengah gegap gempita peradaban. Bahkan pada klimaks mimpinya ia tetap ingin bercakap-cakap, tetapi ternyata tetap sunyi yang hadir.

Sementara, Isbedy Stiawan ZS selalu saja memberi waktu kepada seseorang yang ingin bercakap-cakap dengannya meski melalui telepon. Namun, orang yang ia harapkan untuk menelepon lebih memilih menyendiri dan menyusuri jalanan sunyinya.

Sajak-sajak kedua penyair ini adalah sajak yang dalam nilai moralnya. Mungkin ‘kedengaran’ sederhana namun ada kerinduan yang mendalam antara keduanya untuk saling menyapa.

Lalu ada apa dengan Isbedy Stiawan ZS dan Budi P. Hatees, mengapa tidak mencoba saling menyapa. Padahal, kebutuhan untuk saling bercakap-cakap secara moral dari lubuk hati yang paling dalam telah tersusun dalam bait-bait sajak mereka. Alangkah indahnya, apabila sajak yang telah tersusun itu mampu pula menyusun tumpukan ‘mungkin’ kebencian yang terlanjur telah ada. Demi persahabatan yang telah ditawarkan alangkah eloknya bila dimulai percakapan yang bisa dimulai melalui pesawat telepon.

*) Penyair, tinggal di Lampung

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi