Abdi Purnomo
http://www.korantempo.com/
Kunang-kunang begitu memesonakan hati Bonet. Rasa ingin tahu bocah perempuan sebelas tahun ini membesar karena ibunya, Gita, rajin mendongengkan keindahan kelap-kelip kunang-kunang yang gampang dijumpai di sekitar rumah kakeknya pada malam gulita. Bonet pun merengek ingin melihat binatang renik yang mengeluarkan cahaya unik itu.
Gita dan Paul, suaminya, kelabakan. Mereka tahu kunang-kunang di Kota Malang nyaris hilang. Berbekal harap yang belum putus, Gita melayangkan surat pembaca ke koran untuk menanyakan di mana kunang-kunang mudah dijumpai. Surat Gita ditanggapi Ibu Indri, bekas dosen yang tinggal di sebuah taman kota bernama Lemah Tanjung.
Ibu Indri mempersilakan Gita membawa Bonet ke Lemah Tanjung selagi sempat. Pasalnya, kunang-kunang di tempatnya pun sebentar lagi menghilang bersamaan berubahnya lahan Lemah Tanjung menjadi kawasan perumahan mewah. Padahal, kunang-kunang di Kota Malang tinggal tersisa di Lemah Tanjung.
Cerita berdasarkan kisah nyata itu kemudian ditulis lagi oleh Ratna Indraswari Ibrahim, sastrawan nasional dari Malang, dalam novelnya. Warga Kota Malang mengenal Lemah Tanjung sebagai lahan bekas kampus Akademi Penyuluh Pertanian (APP) seluas 28,5 hektare. Hutan Lemah Tanjung menjadi satu-satunya paru-paru kota yang tersisa, sekaligus menjadi buffer zone Kota Malang. Di dalamnya terdapat hutan heterogen, kebun kopi, kakao, sawit, ladang jagung, hamparan sawah, pun lapangan rumput terbuka. Hidup pula sedikitnya 128 spesies tanaman, yang beberapa di antaranya belum teridentifikasi; menjadi tempat bernaung 36 spesies burung langka.
Pembelaan Ratna pada Lemah Tanjung tertuang dalam novel dengan judul yang sama. Diselesaikan dalam dua tahun, kini novel Lemah Tanjung diangkat menjadi cerita bersambung di harian Jawa Pos. Boleh dikata, Lemah Tanjung merupakan karya Ratna yang paling komplet. Pergulatan batin dan emosinya begitu kental, pergolakan cintanya amat kentara, kesadaran sejarahnya demikian kuat.
Pada Senin (20/1) malam yang baru diguyur hujan, Ratna berkata, “Sungguh, karena saya Arema (arek Malang), saya enggak rela Lemah Tanjung hilang. Saya sangat sedih. Makanya, liku-liku hidup, cinta, dan nafas perlawanan dalam novel Lemah Tanjung sedemikian kuat dan gampang terbaca. Saya melawan tidak secara fisik, tapi lewat sastra.”
Perlawanannya ini membuat Ratna belakangan tidak hanya dikenal sebagai sastrawan, tapi juga aktivis. Rumahnya yang bergaya Belanda (dibangun pada 1914) di Jalan Diponegoro, Kota Malang, dijadikan markas pertemuan para aktivis. Mereka menghimpun diri dalam Forum Pelangi (1998) hingga sekarang. “Ini forum terbuka, sebuah kelompok diskusi.”
Sebelumnya Ratna telah aktiv di Yayasan Payung, yang memfokuskan perhatian pada masalah-masalah kebudayaan, dan Yayasan Bakti Nurani, semacam lembaga swadaya masyakat untuk menangani para penyandang cacat. Yayasan ini dia dirikan pada 1973.
Bersama Yayasan Bakti Ratna ingin menularkan sikap bahwa penyandang cacat harus menjadi subyek, bukan obyek yang harus dikasihani.
RATNA Indraswari Ibrahim memang cacat. Anggota tubuhnya nyaris tak bisa difungsikan. Sehari-hari dia harus berada di kursi roda. Ke mana-mana harus disertai pembantu yang mendorong kursi roda, mengangsurkan apa-apa yang dibutuhkan, menyuapkan makanan, mengetikkan tulisan, dan lain-lain. Tapi, “Ada yang keliru menyebut saya cacat sejak lahir,” kata Ratna seraya menyodorkan foto saat berusia sepuluh tahun. Ratna tak begitu ingat kapan awal dia menderita cacat. Ini tak penting, mungkin, jadi sebaiknya diabaikan saja.
Rumahku surgaku, kata Ratna. Lahir di Malang, 24 April 1949, anak kelima dari sepuluh bersaudara ini betapa membanggakan keluarganya. Lingkungan keluarga yang demokratis amat membantu pengembangan dirinya menjadi perempuan yang berwawasan, punya empati, dan percaya diri.
Walaupun cacat, Ratna mengaku tidak pernah dimanja orang tuanya. Semua diperlakukan sama. Sang ibu, Hj. Siti Bidasari Ibrahim binti Arifin (meninggal tahun 2000 dalam usia 86 tahun), misalnya, dilukiskan Ratna sebagai wanita yang keras dan menjunjung tinggi kedisiplinan.
“Mami dan keluarga besar saya sama sekali tidak mempersoalkan cacat fisik saya. Justru, saya sadari atau tidak, keluarga terus-menerus mendorong saya untuk maju, tampil seperti orang yang fisiknya normal. Ya alhamdulillah…” Kali ini Ratna ditemui Tempo News Room pada Selasa (2/1) pagi, sembari menyeruput secangkir kopi dan hidangan ubi goreng.
Lingkungan keluarga yang demokratis membentuk banyak hal dalam diri Ratna. Ratna ingat betul betapa kedua orang tuanya membolehkan anak-anaknya menentukan pilihan, termasuk saat ia memilih hidup sebagai seniman dan keluar dari kuliahnya di Fakultas Ilmu Alam Universitas Brawijaya.
Dari atas kursi roda, Ratna telah menemukan jalan hidupnya sendiri. Dia suka travel, sehingga dulu sering diledek adik-adiknya. “Wong gak iso mlaku wae tekan endi-endi.” (”Tak bisa jalan saja kok bisa ke mana-mana.”) Ratna tertawa saja dengan guyonan itu.
Biar cacat, tapi Ratna begitu produktif menulis. Sedari kecil Ratna menyukai kegiatan tulis-menulis, khususnya cerita pendek. “Saya sudah menulis sekitar 300-an cerpen,” kata Ratna mengingat-ingat. Ada 50-an puisi karya Ratna. Sedikit cerita bersambung.
Ratna menyatakan akan tetap berkarya, sekalipun tampak repot bagi orang lain. Untuk menuliskan cerita-ceritanya, Ratna harus dibantu orang lain. Urusan menulis ini pernah membuat Ratna sedih bukan kepalang. Rini Widiyanti, asisten Ratna yang jebolan SLTP, kini mengadu nasib di Hong Kong, setelah sebelumnya menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia.
“Saya ini menganut sastra lisan, jadi butuh asisten yang tak cuma mampu mengetik, tapi juga mengerti saya. Kepergian Rini membuat saya sedih, merasa kehilangan. Saya sempat stres tak bisa menulis selama enam bulan. Padahal, padahal di kepala ini sudah penuh bahan cerita. Mencari asisten baru tak gampang. Sekarang ya teman-teman lain yang bantu,” Ratna mengisahkan.
Posisi Rini yang istimewa karena dia telah mendampingi Ratna selama 20 tahun. Bahkan Ratna berhasil menularkan kesastrawanannya kepada Rini. Jika mencarikan bacaan untuk Ratna ke toko buku, Rini bisa lancar menyebutkan judul-judul sastra. “Dia suka sekali karya-karya Shakespeare (Inggris) dan Yukio Mishima (Jepang),” Ratna mengenang Rini.
Sudah 27 tahun Ratna menjadi sastrawan. Kebanyakan karyanya berupa cerita pendek. Sebagian besar sudah dibukukan ke dalam lima buku. Setelah Menjelang Pagi yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1994, kumpulan cerpen kedua, Namanya, Massa diterbitkan oleh LKIS Yogyakarta (2001). Pada 2000 pula penerbit Cendela, Yogyakarta, menerbitkan Lakon di Kota Kecil. Buku keempat, Aminah di Suatu Hari, diterbitkan Galang, Yogyakarta, pada 2002. Bertepatan menjelang akhir 2002, penerbit Gramedia meluncurkan Sumi dan Gambarnya.
Sekitar 300 cerita pendek karya Ratna pernah dimuat oleh hampir semua penerbitan di Indonesia. Bahkan cerpen Ratna pernah dimuat di sejumlah antologi cerpen, antara lain terbitan harian Kompas selama tiga tahun berturut-turut (1993-1996).
Di mata Guru Besar Sastra Inggris, yang juga sastrawan dan mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya (dulu IKIP Surabaya), Budi Darma, empati menjadikan Ratna sebagai salah satu penulis cerita pendek yang baik. “Sebagaimana halnya dalam cerpen-cerpen Ratna terdahulu, kita merasakan kelembutan perasaan Ratna. Dia pengarang berhati lembut, berhati peka,” begitu tulis Budi Darma.
Dalam pandangan kritikus sastra Dr. Djoko Sarjono, seluruh tokoh protagonis dalam cerpen Ratna adalah perempuan. Tokoh-tokohnya tak terbatas pada kaum marjinal, tapi wanita-wanita dari segala kelas. Bagi Djoko, tampak jelas Ratna seorang pembela kaum perempuan.
Hanya saja, kata Djoko, pengkarakteran dalam cerpen Ratna tidak tuntas. Sedangkan bagi Budi Darma, hampir pada setiap cerpennya Ratna melakukan gugatan-gugatan psikologis. Gugatan ini terutama diperuntukkan bagi diri sendiri. Dalam istilah sastra ini disebut solilokui.
Apa pun pendapat mereka, Ratna menyatakan terima kasih dan bersyukur karena karya-karyanya dinilai orang. “Saya merasa tidak sia-sia berkarya. Kalau tak ada yang menanggapi atau memberi kritik, misalnya, apakah masih artinya karya-karya saya itu,” kata Ratna. Ada beberapa penghargaan yang diterima Ratna, seperti juara pertama lomba puisi yang diadakan koran Bali Post pada 1983, dan pemenang harapan dalam lomba cerpen Femina tahun 1991.
Nah, ada satu penghargaan “ngawur” yang diterima Ratna dan hingga kini bisa membuatnya terbahak setengah mati. Pada Sabtu, 26 Juni 1996, Ratna mendapat piagam penghargaan yang ditandangani Menteri Negara Peranan Wanita Tutty Alawiyah AS dalam acara “Temu Tokoh Seribu Wajah Wanita Indonesia”. Dalam piagam tertera “prestasi” Ratna, yakni kepemimpinan dan manajemen peningkatan peran wanita. Merasa tak berhak menerima penghargaan dengan kriteria tak jelas itu, Ratna lalu mengembalikan piagam penghargaan itu lewat jasa pos ke kantor Menteri Peranan Perempuan di Jakarta.
Menulis hanyalah salah satu kegiatan, tapi berbuat nyata untuk orang lain adalah “tugas besar” yang terus ingin dia tunaikan, sekalipun dari atas kursi roda. Dan selagi dia mampu.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar