Minggu, 12 September 2010

Ratna Indraswari Ibrahim, Penggembala Kunang-kunang

Abdi Purnomo
http://www.korantempo.com/

Kunang-kunang begitu memesonakan hati Bonet. Rasa ingin tahu bocah perempuan sebelas tahun ini membesar karena ibunya, Gita, rajin mendongengkan keindahan kelap-kelip kunang-kunang yang gampang dijumpai di sekitar rumah kakeknya pada malam gulita. Bonet pun merengek ingin melihat binatang renik yang mengeluarkan cahaya unik itu.

Gita dan Paul, suaminya, kelabakan. Mereka tahu kunang-kunang di Kota Malang nyaris hilang. Berbekal harap yang belum putus, Gita melayangkan surat pembaca ke koran untuk menanyakan di mana kunang-kunang mudah dijumpai. Surat Gita ditanggapi Ibu Indri, bekas dosen yang tinggal di sebuah taman kota bernama Lemah Tanjung.

Ibu Indri mempersilakan Gita membawa Bonet ke Lemah Tanjung selagi sempat. Pasalnya, kunang-kunang di tempatnya pun sebentar lagi menghilang bersamaan berubahnya lahan Lemah Tanjung menjadi kawasan perumahan mewah. Padahal, kunang-kunang di Kota Malang tinggal tersisa di Lemah Tanjung.

Cerita berdasarkan kisah nyata itu kemudian ditulis lagi oleh Ratna Indraswari Ibrahim, sastrawan nasional dari Malang, dalam novelnya. Warga Kota Malang mengenal Lemah Tanjung sebagai lahan bekas kampus Akademi Penyuluh Pertanian (APP) seluas 28,5 hektare. Hutan Lemah Tanjung menjadi satu-satunya paru-paru kota yang tersisa, sekaligus menjadi buffer zone Kota Malang. Di dalamnya terdapat hutan heterogen, kebun kopi, kakao, sawit, ladang jagung, hamparan sawah, pun lapangan rumput terbuka. Hidup pula sedikitnya 128 spesies tanaman, yang beberapa di antaranya belum teridentifikasi; menjadi tempat bernaung 36 spesies burung langka.

Pembelaan Ratna pada Lemah Tanjung tertuang dalam novel dengan judul yang sama. Diselesaikan dalam dua tahun, kini novel Lemah Tanjung diangkat menjadi cerita bersambung di harian Jawa Pos. Boleh dikata, Lemah Tanjung merupakan karya Ratna yang paling komplet. Pergulatan batin dan emosinya begitu kental, pergolakan cintanya amat kentara, kesadaran sejarahnya demikian kuat.

Pada Senin (20/1) malam yang baru diguyur hujan, Ratna berkata, “Sungguh, karena saya Arema (arek Malang), saya enggak rela Lemah Tanjung hilang. Saya sangat sedih. Makanya, liku-liku hidup, cinta, dan nafas perlawanan dalam novel Lemah Tanjung sedemikian kuat dan gampang terbaca. Saya melawan tidak secara fisik, tapi lewat sastra.”

Perlawanannya ini membuat Ratna belakangan tidak hanya dikenal sebagai sastrawan, tapi juga aktivis. Rumahnya yang bergaya Belanda (dibangun pada 1914) di Jalan Diponegoro, Kota Malang, dijadikan markas pertemuan para aktivis. Mereka menghimpun diri dalam Forum Pelangi (1998) hingga sekarang. “Ini forum terbuka, sebuah kelompok diskusi.”

Sebelumnya Ratna telah aktiv di Yayasan Payung, yang memfokuskan perhatian pada masalah-masalah kebudayaan, dan Yayasan Bakti Nurani, semacam lembaga swadaya masyakat untuk menangani para penyandang cacat. Yayasan ini dia dirikan pada 1973.

Bersama Yayasan Bakti Ratna ingin menularkan sikap bahwa penyandang cacat harus menjadi subyek, bukan obyek yang harus dikasihani.

RATNA Indraswari Ibrahim memang cacat. Anggota tubuhnya nyaris tak bisa difungsikan. Sehari-hari dia harus berada di kursi roda. Ke mana-mana harus disertai pembantu yang mendorong kursi roda, mengangsurkan apa-apa yang dibutuhkan, menyuapkan makanan, mengetikkan tulisan, dan lain-lain. Tapi, “Ada yang keliru menyebut saya cacat sejak lahir,” kata Ratna seraya menyodorkan foto saat berusia sepuluh tahun. Ratna tak begitu ingat kapan awal dia menderita cacat. Ini tak penting, mungkin, jadi sebaiknya diabaikan saja.

Rumahku surgaku, kata Ratna. Lahir di Malang, 24 April 1949, anak kelima dari sepuluh bersaudara ini betapa membanggakan keluarganya. Lingkungan keluarga yang demokratis amat membantu pengembangan dirinya menjadi perempuan yang berwawasan, punya empati, dan percaya diri.

Walaupun cacat, Ratna mengaku tidak pernah dimanja orang tuanya. Semua diperlakukan sama. Sang ibu, Hj. Siti Bidasari Ibrahim binti Arifin (meninggal tahun 2000 dalam usia 86 tahun), misalnya, dilukiskan Ratna sebagai wanita yang keras dan menjunjung tinggi kedisiplinan.

“Mami dan keluarga besar saya sama sekali tidak mempersoalkan cacat fisik saya. Justru, saya sadari atau tidak, keluarga terus-menerus mendorong saya untuk maju, tampil seperti orang yang fisiknya normal. Ya alhamdulillah…” Kali ini Ratna ditemui Tempo News Room pada Selasa (2/1) pagi, sembari menyeruput secangkir kopi dan hidangan ubi goreng.

Lingkungan keluarga yang demokratis membentuk banyak hal dalam diri Ratna. Ratna ingat betul betapa kedua orang tuanya membolehkan anak-anaknya menentukan pilihan, termasuk saat ia memilih hidup sebagai seniman dan keluar dari kuliahnya di Fakultas Ilmu Alam Universitas Brawijaya.

Dari atas kursi roda, Ratna telah menemukan jalan hidupnya sendiri. Dia suka travel, sehingga dulu sering diledek adik-adiknya. “Wong gak iso mlaku wae tekan endi-endi.” (”Tak bisa jalan saja kok bisa ke mana-mana.”) Ratna tertawa saja dengan guyonan itu.

Biar cacat, tapi Ratna begitu produktif menulis. Sedari kecil Ratna menyukai kegiatan tulis-menulis, khususnya cerita pendek. “Saya sudah menulis sekitar 300-an cerpen,” kata Ratna mengingat-ingat. Ada 50-an puisi karya Ratna. Sedikit cerita bersambung.

Ratna menyatakan akan tetap berkarya, sekalipun tampak repot bagi orang lain. Untuk menuliskan cerita-ceritanya, Ratna harus dibantu orang lain. Urusan menulis ini pernah membuat Ratna sedih bukan kepalang. Rini Widiyanti, asisten Ratna yang jebolan SLTP, kini mengadu nasib di Hong Kong, setelah sebelumnya menjadi tenaga kerja wanita di Malaysia.

“Saya ini menganut sastra lisan, jadi butuh asisten yang tak cuma mampu mengetik, tapi juga mengerti saya. Kepergian Rini membuat saya sedih, merasa kehilangan. Saya sempat stres tak bisa menulis selama enam bulan. Padahal, padahal di kepala ini sudah penuh bahan cerita. Mencari asisten baru tak gampang. Sekarang ya teman-teman lain yang bantu,” Ratna mengisahkan.

Posisi Rini yang istimewa karena dia telah mendampingi Ratna selama 20 tahun. Bahkan Ratna berhasil menularkan kesastrawanannya kepada Rini. Jika mencarikan bacaan untuk Ratna ke toko buku, Rini bisa lancar menyebutkan judul-judul sastra. “Dia suka sekali karya-karya Shakespeare (Inggris) dan Yukio Mishima (Jepang),” Ratna mengenang Rini.

Sudah 27 tahun Ratna menjadi sastrawan. Kebanyakan karyanya berupa cerita pendek. Sebagian besar sudah dibukukan ke dalam lima buku. Setelah Menjelang Pagi yang diterbitkan Balai Pustaka pada 1994, kumpulan cerpen kedua, Namanya, Massa diterbitkan oleh LKIS Yogyakarta (2001). Pada 2000 pula penerbit Cendela, Yogyakarta, menerbitkan Lakon di Kota Kecil. Buku keempat, Aminah di Suatu Hari, diterbitkan Galang, Yogyakarta, pada 2002. Bertepatan menjelang akhir 2002, penerbit Gramedia meluncurkan Sumi dan Gambarnya.

Sekitar 300 cerita pendek karya Ratna pernah dimuat oleh hampir semua penerbitan di Indonesia. Bahkan cerpen Ratna pernah dimuat di sejumlah antologi cerpen, antara lain terbitan harian Kompas selama tiga tahun berturut-turut (1993-1996).

Di mata Guru Besar Sastra Inggris, yang juga sastrawan dan mantan Rektor Universitas Negeri Surabaya (dulu IKIP Surabaya), Budi Darma, empati menjadikan Ratna sebagai salah satu penulis cerita pendek yang baik. “Sebagaimana halnya dalam cerpen-cerpen Ratna terdahulu, kita merasakan kelembutan perasaan Ratna. Dia pengarang berhati lembut, berhati peka,” begitu tulis Budi Darma.

Dalam pandangan kritikus sastra Dr. Djoko Sarjono, seluruh tokoh protagonis dalam cerpen Ratna adalah perempuan. Tokoh-tokohnya tak terbatas pada kaum marjinal, tapi wanita-wanita dari segala kelas. Bagi Djoko, tampak jelas Ratna seorang pembela kaum perempuan.

Hanya saja, kata Djoko, pengkarakteran dalam cerpen Ratna tidak tuntas. Sedangkan bagi Budi Darma, hampir pada setiap cerpennya Ratna melakukan gugatan-gugatan psikologis. Gugatan ini terutama diperuntukkan bagi diri sendiri. Dalam istilah sastra ini disebut solilokui.

Apa pun pendapat mereka, Ratna menyatakan terima kasih dan bersyukur karena karya-karyanya dinilai orang. “Saya merasa tidak sia-sia berkarya. Kalau tak ada yang menanggapi atau memberi kritik, misalnya, apakah masih artinya karya-karya saya itu,” kata Ratna. Ada beberapa penghargaan yang diterima Ratna, seperti juara pertama lomba puisi yang diadakan koran Bali Post pada 1983, dan pemenang harapan dalam lomba cerpen Femina tahun 1991.

Nah, ada satu penghargaan “ngawur” yang diterima Ratna dan hingga kini bisa membuatnya terbahak setengah mati. Pada Sabtu, 26 Juni 1996, Ratna mendapat piagam penghargaan yang ditandangani Menteri Negara Peranan Wanita Tutty Alawiyah AS dalam acara “Temu Tokoh Seribu Wajah Wanita Indonesia”. Dalam piagam tertera “prestasi” Ratna, yakni kepemimpinan dan manajemen peningkatan peran wanita. Merasa tak berhak menerima penghargaan dengan kriteria tak jelas itu, Ratna lalu mengembalikan piagam penghargaan itu lewat jasa pos ke kantor Menteri Peranan Perempuan di Jakarta.

Menulis hanyalah salah satu kegiatan, tapi berbuat nyata untuk orang lain adalah “tugas besar” yang terus ingin dia tunaikan, sekalipun dari atas kursi roda. Dan selagi dia mampu.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi