dari novel BUMI MANUSIA karya Pramoedya Ananta Toer
Rakhmat Giryadi
http://teaterapakah.blogspot.com/
BABAK I
Setting : Dekat Pabrik Gula Tulangan
ADEGAN 1
Orang-orang sedang bekerja, hilir mudik, membawa karung-karung (gula) dan juga batangan tebu dengan geledekan. Mereka bertelanjang dada. Tubuhnya hitam. Ada yang kekar. Tetapi ada juga yang kurus kering.
ADEGAN 2
Seorang Juragan (Mandor), dikawal oleh dua budaknya. Dengan berkacak pinggang, Mandor itu menuding-nuding, bahkan terkadang menendang para budak. Sementara di tempat yang berbeda anak-anak perempuan yang masih remaja, berlarian. Ibunya, mengikuti dengan isak tangisnya. Seorang laki-laki dengan kasar menangkap satu di antara mereka yang melarikan diri. Anak itu meronta-ronta. Tak ada yang berani melawan. Mereka hanya bisa menyaksikan dengan sedih. Laki-laki kasar itu itu menyerahkan anak itu kepada seorang Mandor. Dengan imbalan seketip dua ketip, mereka melepaskan anak itu dibawa Mandor, entah kemana?
ADEGAN 3
Upacara menjadi dewasa. Sanikem meronta-ronta, ketika Sastrotomo, menyeretnya.
1. Sastrotomo
(Menyeret Sanikem) Kamu sekarang sudah dewasa, sudah saatnya nasibmu berubah. Hari ini akan datang orang yang membawa nasibmu lebih baik dari sekarang. Maka bersucilah, agar kemelaratanmu menjadi cambuk masa depanmu.
Ibunya Sanikem hanya bisa tersedu. Ia menggayung air bercampur bunga tujuh macam, dari genthong. Sanikem diam terpaku ketika air bunga tujuh macam mulai membasahi tubuhnya.
2. Sanikem
Sejak saat itu, nama Sanikem, sedikit-demi sedikit luntur oleh kemauan keras orang tuanya.
Dua orang datang membawa pakaian dan tikar pandan. Sanikem telah berganti ujud menjadi perawan. Kemudian dia tidur terlentang di atas tikar pandan. Ibunya kemudian melangkahinya tiga kali.
3. Istri Sastrotomo
Tabahkan hatimu, Nak. Usiamu sudah 14 tahun. Kau sudah haid. Tidak baik kau dikatakan perawan kaseb. Maka relakan hari mudamu ini.
4. Sanikem
Betul, saya sudah dewasa, tetapi saya punya hak untuk menentukan pilihan.
5. Sastrotomo
Tak ada kata pilihan! Pemuda-pemuda melarat dan kampungan, tak patut untuk dipilih. Yang ada sekarang kau dipilih untuk menjadi istri seorang yang kaya raya. Siapapun orangnya!
Sastrotomo menyeret Sanikem. Sanikem meronta. Ibunya membuntut dengan hati yang meronta. Ia membawa sekopor pakaian anaknya yang kumal. Sementara di tempat lain para budak menerima upah, Sastrotomo muncul dengan hati riang. Di belakangnya ada Sanikem. Ibunya yang kelihatan renta, hanya bisa tertunduk lesu meratapi nasib anaknya. Di sudut lain, Tuan Besar Mellema berdiri tegak, angkuh dan sombong.
6. Sastrotomo
Betul, saya akan jadi Juru Bayar, Tuan? Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah sayaimpikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun! Sebagai penggantinya, terimalah persembahan saya. Ini anak saya, Tuan Besar Mellema. Terimalah. (Kepada Sanikem) Sanikem, mendekatlah, Nak. Dia adalah Tuan Besar.
7. Istri Sastrotomo
Jangan, Pak, jangan! Kenapa Ikem, kau serahkan kepada laki-laki raksasa itu? Oh, Pak, Pak. Kenapa kau tega, Pak?
8. Tuan Besar Mellema
Jadi ini anakmu? Bagus, bagus. Kowe, pintar… (Tertawa).
Tuan Besar Mellema pergi bersama dua pengawalnya, membawa Sanikem tanpa perlawanan. Sementara Istri Sastrotomo, terisak melihat anaknya dibawa Tuan Besar Mellema.
9. Sastrotomo
(Tertawa girang) Akhirnya saya jadi Juru Bayar!
10. Istri Sastrotomo
Sampeyan menjadi Juru Bayar, tetepi sampeyan harus membayar mahal, dengan mengorbankan masa depan Sanikem. Dia darah daging kita. Tetapi sampeyan tega menjual untuk menjadi gundik, demi ambisi sampeyan, Pak.
11. Sastrotomo
Kamu jangan banyak omong. Saya telah memperjuangkan anak saya untuk menjadi wanita terhormat. Istri Tuan Besar. Tuan Besar di Tulangan yang sangat kaya raya dan terhormat. Sanikem akan terhormat. Dan kita akan terhormat, karena Sanikem akan menjadi kaya raya dan tidak menjadi gelandangan bersama pemuda-pemuda kampung yang tidak berpendidikan.
12. Istri Sastrotomo
Buat apa harta benda, kalau hatinya terpenjara. Hidupnya terkerangkeng dalam genggaman, seorang laki-laki. Kita sudah kehilangan segalanya, Pak. Kamu lebih memilih sekeping Golden dan jabatan palsu. Tetapi sampeyan telah mengorbankan segalanya yang telah kita miliki dan telah kita rawat bertahun-tahun.
Anak-anak kampung yang dengan tulus memberikan cintanya, tetapi sampeyan tolak. Sementara dia yang datang dengan membawa segerobak kepalsuan sampeyan terima dengan tangan terbuka. Sampeyan telah mengadu nasib itu menjadi tidak menentu, Pak…
13. Sastrotomo
Diamlah. Saya punya rencana lain untuk Ikem. Rencana ini pasti akan mengubah hidup kita. Dan tidak ada urusannya dengan lamaran pemuda-pemuda kampung yang pada gudhikan itu. Apa mau kamu hidup melarat, dan hanya mengandalkan dari penghasilan saya sebagai Juru Tulis? Saya ini, sebentar lagi akan naik pangkat jadi Juru Bayar. Kedudukan yang lebih tinggi dari sekedar Juru Tulis. Jabatan lebih tinggi akan lebih memudahkan segala urusan. Apalagi Juru Bayar.
Ikem telah mendapatkan laki-laki yang pantas. Mulai saat ini Sanikem tidak boleh keluar rumah. Tidak boleh memandang ke laki-laki yang berkeliaran dan tidak jelas itu. Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah saya impikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun!
Hehe..he..he..Juru Bayar. Saya akan jadi Juru Bayar. Semua orang di Pabrik Gula itu akan tunggu saya berderet-deret. Harus tunggu uang dari tangan saya. He..he…he..Saya akan jadi kasir. Bertumpuk-tumpuk uang di jari-jari saya. Semua orang akan berurusan dengan saya, Si Juru Bayar! Mereka harus datang ke saya. Harus ambil uang dari tangan saya dengan membubuhkan cap jempol. Para buruh, pedagang, akan bungkuk-bungkuk di depan saya. Tuan Totok, Peranakan, akan beri tabik pada saya. Guratan pena saya berarti uang. Saya akan masuk golongan penguasa di pabrik. Mereka harus dengar kata-kata saya : ‘Hei! Tunggu kau, disitu! Tunggu kau, disitu! He..he…Kalian akan berderet antri tunggu uang dari tangan saya…!’
Kemarilah istriku. Kau harus ikut senang, suamimu ini akan jadi Juru Bayar! Berpakaianlah yang pantas, selayaknya istri orang terpandang. Kamu jangan bersedih. Ikem akan lebih terhormat kawin dengan laki-laki kaya. Dia akan menghuni rumah besar. Kita bisa diundang ke sana sewaktu-waktu. Ayo istriku kita songsong kehidupan yang lebih baik.
Istri Sastrotomo terpaku. Ligting meremang. Out Stage. Disudut lain, Mellema sedang memandang Sanikem yang bongsor dan kelihatan cantik. Beberapa pembantu jalan jongkok, menyediakan minum dan buah-buahan. Sanikem hanya berdiri terpaku di pojok ruang, Tuan Besar Mellema.
14. Tuan Besar Mellema
Kowe sudah 14. Kowe sudah besar dan cantik, seperti bunga di Tulangan atau seperti mawar dari Surabaya. Kowe jangan takut dengan saya. (Kepada Sastrotomo). Sastrotomo! Ini berisi 25 golden. Kelak, setelah kowe lulus dalam pemagangan selama dua tahun, kowe akan jadi Juru Bayar.
15. Sastrotomo
(On stage) Terimakasih Tuan Besar. Saya jamin Ikem sangat penurut. (Kepada Sanikem) Ikem anggap saja ini rumahmu yang baru. Kau tidak boleh keluar rumah ini tanpa ijin Tuan Besar Kuasa. Kau juga tidak boleh kembali ke rumah tanpa seijin Tuan dan seijin Bapakmu.
Sastrotomo meninggalkan panggung. Lighting meremang biru. Tirai menurun pelan-pelan. Percintaan di balik tirai. Dua penari karonsih/tayub menari dengan lembut. Tetapi isak tangis jelas terdengar dari ibu Sanikem. Lighting semakin temaram. Penari karonsih menghilang di balik tirai. Di sudut yang lain, Nyai Ontosoroh berdiri kokoh.
16. Nyai Ontosoroh
Kini, Sanikem telah lenyap. Hilang untuk selama-lamanya. Sekarang, saya adalah Nyai Boerderij Buiternzorg. Orang-orang memanggil saya Nyai Ontosoroh. Hidup menjadi Nyai terlalu sulit. Dia Cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Dalam segala hal!
Sewaktu-waktu Nyai harus siap dengan kemungkinan Tuannya sudah mersa bosan, untuk dicampakan kembali, menjadi kere, tanpa hak perlawanan sedikitpun. Salah-salah, bisa badan diusir dengan semu anak-anaknya sendiri. Atau bahkan dengan tangan kosong. Ya, mereka telah membikin saya jadi Nyai begini. Maka saya harus jadi Nyai, jadi budak belian yang baik, Nyai yang sebaik-baiknya.
Mang, Mbok, ke sini kalian semua. (4 pelayan laki-laki dan 3 pelayan perempuan on stage). Dengar mulai saat ini kalian tidak usah kerja di sini. Kalian pasti sudah tahu saya adalah Nyai rumah ini sekarang. Saya tidak ingin ada saksi atas kehidupan saya sebagai Nyai di rumah ini. Kalian lebih berharga dari pada saya. Kalian kerja di sini, sedangkan saya, hina dina tanpa harga, tanpa kemauan sendiri berada di rumah ini.
Semua pekerjaan rumah biar saya kerjakan sendiri. Tetapi jangan kuatir, kalian akan pergi dengan membawa bekal. Lagi pula, di lain tempat pasti kalian akan bisa memburuh atau apa saja, karena kalian merdeka. Kecuali kau Darsam, tetaplah di sini. Jagalah saya!
Baiklah kalian berkemas, beresi barang-barang kalian. Kau Darsam, siapkan bekal secukupnya buat mereka.
Mereka out stage. Tuan Mellema on stage.
17. Tuan Besar Mellema
Nyai, kenapa kau mengusir semua Bujang dan Mbok? Pekerja-pekerja itu harus disewa untuk menjalakan usaha susu ternak rumah ini. Mulai saat ini kaupun harus mulai mengurusi semua urusan usaha. Satu hal yang harus kau ingat, majikan mereka adalah penghidupan mereka. Majikan penghidupan mereka adalah kau! Jadi kau harus jadi majikan yang baik, yang tahu bagaimana mengurus pekerjaannya.
Nyai, bacalah majalah-majalah itu selalu. Juga buku-buku itu akan membawamu kepada dunia yang maha luas. Dengan begitupun, bahasa melayu dan Belandamu akan terus maju dan Nyai akan semakin menguasai berbagai bidang dan pengetahuan.
18. Nyai Ontosoroh
Ya, saya akan menjalankan semua tugas sebaik-baiknya. Akan saya kerahkan seluruh tenaga dan perasaan yang ada di diri saya untuk Tuan. Sebaik-baiknya. Karena itulah tugas saya, sebagai Nyai Tuan. Apakah wanita Eropa diajar sebagaimana saya diajar sekarang ini, Tuan? Sudahkan saya seperti wanita Belanda?
19. Tuan Besar Mellema
Ha..ha..ha..tak mungkin kau seperti wanita Belanda. Juga tidak perlu. Kau cukup seperti sekarang. Kau lebih mampu dari rata-rata mereka, apalagi yang peranakan. Kau lebih cerdas dan lebih baik dari mereka semua. Tapi kau juga harus selalu kelihatan cantik, Nyai. Muka yang kusut dan pakaian yang berantakan juga pencerminan perusahaan yang kusut dan berantakan….
Darsam, masuk panggung (on stage) bersama Sastrotomo dan Istrinya datang dengan berjalan jongkok.
20. Darsam
Tuan, maaf Tuan, ada orang tua Nyai datang, Tuan. Mereka menunggu di depan.
21. Nyai Ontosoroh
Katakan kepada mereka, bahwa Sanikem tidak ada sekarang.
22. Tuan Besar Mellema
Temuilah…
23. Nyai Ontosoroh
Kalau saya menemuinya, berarti Tuan telah mengembalikan saya kepada pemiliknya semula. Apakah saya harus pergi dari sini? Bakal jadi apa kalau saya tidak sanggup bersikap keras. Luka terhadap kebanggaan dan harga diri tak jua mau menghilang. Bila teringat kembali bagaimana terhinannya saya dijual kepada Tuan. Saya tak mampu mengampuni kerakusan Ayah saya dan kelemahan Ibu saya. Sekali dalam hidup kita meski menentukan sikap. Sudahlah, biar semua putus sudah terhadap masa lalu. Itu sudah sebaik-baiknya yang saya bisa lakukan. Suruh mereka pulang atau Tuan akan kehilangan sapi-sapi dan pabrik susu itu…? Saya telah menjadi telor yang jatuh dari petarangan. Pecah. Bukan telor yang salah.
24. Tuan Besar Mellema
(Pause) Kau terlalu keras Nyai…Temui Ayahmu!
25. Nyai Ontosoroh
Saya memang ada ayah, dulu. Sekarang tidak. Kalau dia bukan tamu Tuan, sudah saya usir!
26. Tuan Besar Mellema
Jangan…!(Memberi kode pada Darsam). Darsam beritahu mereka…
27. Darsam
Nyai bilang…Di rumah ini tidak ada orang bernama Sanikem. Pergilah!
Suasana hening. Sastrotomo dan istinya beringsut pergi. Wajahnya penuh duka. Sastrotomo beringsut terus, seperti menapaki nasibnya yang tak berujung.
ADEGAN 4
Orang-orang sedang mengusung karung. Ada juga yang mengusungnya dengan gledekan. Suasana begitu sibuk. Nyai Ontosoroh, Tuan Besar Mellema, Annelise, Robert Mellema, dan Darsam, seperti bersiap-siap hendak mau pergi.
28. Nyai Ontosoroh
Kami harus pindah ke Wonokromo, karena kontrak perusahaan gula tidak memperpanjang jabatan Tuan Besar. Kami pindah ke Surabaya. TB Mellema membeli tanah luas di Wonokromo, penuh semak belukar dan dekat rumpun-rumpun hutan muda. Sapi yang dibeli dari Australia dipindahkan kemari.
Segala yang saya pelajari selama hidup bersama TB Mellema, telah sedikit mengembalikan harga diri saya. Tetapi sikap saya tetap, mempersiapkan diri untuk tidak akan lagi tergantung pada siapapun. Tentu saja sangat berlebihan seorang perempuan Jawa bicara tentang harga diri, apalagi, orang seperti saya yang masih begitu muda untuk berkeluarga.
Begitulah akhirnya saya mengerti, saya tidak tergantung pada TB Mellema. Sebaliknya dia sangat tergantung pada saya. Saya telah bisa mengambil sikap untuk ikut menentukan perkara. Tuan tidak pernah menolak. Bahkan ia sangat memaksa saya untuk terus belajar. Dalam hal ini ia seorang guru yang keras tetapi baik, saya seorang murid yang taat dan juga baik. Saya tahu, apa yang diajarkan oleh TB Mellema kelak akan berguna bagi diri saya dan anak-anak saya, kalau TB pulang ke Nederland.
Para buruh bergerak bersama-sama, mengikuti tuan mereka. Mereka membawa barang-barang pindahan. Darsam berjalan di depan. Musik. Lighting fide out.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar