Sabtu, 31 Januari 2009

Sajak-Sajak Mardi Luhung

http://kompas-cetak/
Pendalungan

Di genting aku tertidur dan bersiap menantimu.
Tertidur seperti mayat yang matanya terbuka.
Terpulas warna samar sampai gelap pekat.
Di udara yang tipis, benang itu terentang.
Lurus dan lenyap di ketinggian. Lewat benang itulah
kau akan tiba padaku. Mungkin memelukku.
Dan menciumku. Seperti kisah perawan yang
tersihir di peti yang cokelat. Dengan tujuh lelaki
cebol yang selalu menangis dan tertawa.
Tujuh lelaki cebol yang kemarin memasuki kamarku.
Dan membangun sebuah keraton mini. Yang penuh
dengan kuburan dan kenduri.
Juga para badut yang selalu ribut dengan
gelang-gelang, obor dan sepatu raksasa. Serta
senapan yang berpeluru bunga-bunga dan hujan.
Katamu dulu: "Bidiklah aku dengan senapan itu!"
Tapi kataku kini: "Aku hanya ingin menantimu. Bukan
membidik!" Tujuh lelaki cebol pun terperangah.
Lalu, di udara yang tipis dan semakin tipis itu,
benang yang terentang bergoyang. Ada gelembung
besar menggelinding turun. Gelembung yang menyala.
Gelembung yang setiap bergerak selalu menyerakkan irama
saluang. Irama yang membuat ribuan tikus takjub.
Dan bersedekuh di seputar aku yang tertidur.
"Kemarilah, kemarilah, gelembung," pinta ribuan tikus itu.
Tapi, sebelum tiba, gelembung yang menyala itu pecah.
Sinar pun bersilangan. Membentuk dirimu yang aku nanti.
Dirimu yang begitu mirip diriku sendiri. Yang pernah
aku benci. Sebab telah merayu kekasihku yang lain.
Yang wujudnya telah aku torehkan di lantai-lantai!

(Gresik, 2007)



Pacinan

Hanya ada lanskap: sebuah warung rujak. Pesanggrahan yang disangga pilar kokoh. Pintu-pintunya terkunci. Gudang beras apak. Jajaran beringin. Dan kengerian yang kerap timbul ketika bulan purnama melintas. Selebihnya: tak ada jisim. Tak ada kuncir dipotong. Dan tak ada sepasang kupu-kupu yang selalu terbang di atas bong. Kupu- kupu yang bertelur di kitab yang dilisankan di pinggir kelenteng.

Sebab pagi itu: laut di belakang menggeram. Jukung ditiris. Seseorang memukul kentongan. Ikan-ikan pun menyembul: "Hai, hai, boleh dilihat, tak boleh dipukat!" Dan di punggung ikan-ikan itu ada garis. Putih menyala. Katanya: "Dulu, si naga sipit telah menitipkan jalur kapalnya di situ. Tapi, sayang, malah tersesat. Menabrak karang. Menangis. Jadi pulau!" Ya, ya, Pulau Menangis dengan mata semakin sipit.

Dan saat pulang: langit pun tertutup perada. Geraknya dihitung simpoa. Dan sebuah kecapi dipetik persik. Persik yang seliat giok. Tapi sekejap. Kemudian tersedot ke atap surau. Dari seribu surau yang bertaburan: "Bunda yang manislah yang telah mengajar si kanak mengaji di surau. Sebab, si bapak merantau ke negeri ringgit. Negeri para pantun dan datuk!"

Lalu malamnya: sambil minum air mineral. Seorang lelaki tua berwajah lokal. Tanpa senyum. Berjalan di bukit. Di belakangnya biji-biji lembayung berbaris. Mengekor panjang. Meliuk seperti liukan ular. Dan dari kejauhan, siapa saja pasti bertanya: "Itu pagebluk atau seluk-beluk pulung?" Memang, ada yang selalu tak terlihat di porselin Ming. Yang remukannya terpungut diam-diam. Dari pesanggrahan tadi pagi.

(Gresik, 2007)



Kelotok

Dengan sepeda. Dengan keranjang di depan sepeda yang penuh
bekal: "Aku memanggilmu." Rambutmu yang panjang jatuh di pusar
ranjang. Dan matamu yang tajam. Setajam ujung jukung. Yang
semalam aku gotong. Telah aku tempelkan di surat bersama
lumut dan ganggang. Surat yang saat ini aku lipat di kantong.
Surat segi empat. Surat dengan warna ungu.
"Aku membencimu Orang Gunung!" sergahmu. Dan tanganmu
meremasi selimut. Ranjang sedikit berderit. Dan aku tahu, kau
cemburu padaku. Juga pada gadis yang telah mengirimi aku
gandul. Gadis yang telah membuat si rabun jadi pecinta lagi.
Dan si pemabuk tertawa sambil berbisik: "Cinta adalah
lekuk-ceruk-teluk kekasih. Kekasih yang diburu!"
Lalu, lewat kibasan tanganmu, aku teringat pada sebuah gapura.
Gapura merah yang pernah aku gambar. Dengan dua singa batu
yang selalu mengunyah bulatan. Singa batu yang pernah mengaum.
Saat seluruh yang meluncur di laut ditumpas. Padahal, cuaca
bersih. Angin tenang. Dan di pantai, orang-orang asik bermain
gundu. Tanpa darah. Tanpa muslihat dan hasutan.
"Maka menjauhlah kau dariku Orang Gunung!" sergahmu lagi.
Seketika surat yang aku lipat di kantong terbakar. Membakar
tubuhku. Juga sepeda, keranjang dan bekalnya. Dan jika begini,
apa aku masih bisa memanggilmu? Kau melengos. Waktu itu
aku merasa, ada ketidakberesan yang lain. Yang akan menjadi
hikayat. Yang membungkus setiap yang kau pijak.
"Tapi, mana mungkin aku menjauh darimu?" selaku. Dan kau
kembali melengos. Dan lewat setiap kayuhan sepedaku, semua yang
terlewati jadi terbakar. Menjalar. Dan yang jika dilihat dari ketinggian,
akan tampak seperti garis yang menyala. Garis yang jika disambung
akan seperti sekepal jantung. Yang ditusuk trisula yang melengkung.
Dengan percik-percik yang bertaburan. Bertaburan di gunung-gunung!

(Gresik, 2007)



Kubur Panjang

Dalam usianya yang ke-700, dia kembali bangkit dari kuburnya. Berjalan ke pantai dan pergi mencari sore. Sambil sesekali mengingati tubuhnya yang limbung. Lewat perseteruan ujung parang. Dan kesetiaan untuk tetap menyimpan rahasia. Yang telah dititipkan guru. Saat seluruh bandar yang dipijak masih seperti lembaran lontar yang kosong. Yang bolong.

Dan ususnya terburai. Limpa dan hatinya yang keluar diseretnya. Lima ekor kera cuma menatap. Rimbun pohon setigi merunduk sesaat dia lewat. Meski langkahnya lebam seperti diarah ketam. Lalu seekor belibis melintas. Di sebelahnya, ada yang menunggang sapu terbang. Perawakannya kabur. Tapi, rasanya, selalu menyebut nama istri sunan yang tak mau dimadu: "Dinda, Dinda!"

Di karang yang licin dia pun bersedekuh. Matanya terpicing. Tapi langit keruh. Apa perseteruan ujung parang yang melimbungkan tubuhnya dulu telah mengusir sore? Ya, dia pun telentang. Seluruh tubuhnya penat. Dan rahasia guru masih disimpannya. Disimpan di jantung sebelah dalam. Bersebelahan dengan denyut yang tak bisa berhenti: "Tak-tak-tak…."

"Guru, bagaimana rahasia ini dapat aku lepas." Akh, racaunya pelan. Dan dari sela bakau yang subur, dia pun melihat istri sunan yang tak mau dimadu itu menangis. Menderas tafsir. Yang isinya: "Ketahuilah, ada yang memang tampak telanjang. Ada pula yang membayang. Di antara keduanya, ada yang terus mengapung. Ada yang terus mengepung. Dan memanjang…."

(Gresik, 2007)



Orang Gili

Aku menyapa dia. Tanpa salam. Tanpa kenal. Tanpa kedip. Dan
dia mengajakku ke pulaunya. Pulau yang terpencil. Pulau yang
penuh jalan sempit. Melingkar-melingkar. Naik-turun. Berdebu.
Yang kerjanya melahap setiap yang masuk. Dan yang keluar
dibekap mabuk. Mabuk laut yang licik.
"Aku punya tunangan. Tapi menampik. Sebab dipikir, dirinya
tak sepadan denganku!" katanya sambil merapikan rambutnya.
Matanya mengerling. Menjadi danau luas. Danau tempat dia
pernah mencium tunangannya. Danau yang di pusarnya ada
sumur yang berundak. Tempat orang ingin hilang.
"Tapi, meski ditampik, aku tak mau hilang!" tambahnya.
Memang, dia seperti tak bisa hilang. Dua kakinya kokoh. Dua
tangannya cekatan. Sedang badannya pun liat. Mengkilat.
Seperti baja yang berlapis-lapis. Baja yang akan membalik tanah.
Juga nasib pemiliknya.
"Segalanya mesti disederhanakan. Mesti!" Dan dia pun menulis
pesan di pohon dengan pisau. Artinya tak jelas. Cuma yang aku
lihat: gambar-hati, tanda-silang dan sebuah wajah-segi-tiga.
Dan di sebelahnya lagi, ada sebuah bendera bergambar rangka:
"Hidup memang cuma tulang!"
Dan ketika lebih masuk ke pulau, aku melihat dia melepas
pakaiannya. Di punggungnya ada tato. Tato binatang. Binatang
apa? Aku tak pernah melihatnya. Cuma mulut binatang itu terbuka.
Seperti sedotan sebuah kapal. Kapal ganjil yang angker. Yang
kaptennya putih. Berbau pesing.
"Kamu tahu, kapten itulah yang mengajari aku bersiul." Dan
bersiullah dia. Bersiul memanggil yang bisa dipanggil. Agar
keluar dari kerimbunan. Keluar dari gua-gua seperti orang
yang bingung menerjang cahaya. Orang yang bingung yang selalu
membakar dengan setiap apa yang bisa dibakar.
"Kamu tahu juga, tunanganku menampik karena orang yang bingung
itu!" Dan akh, dia pun memeluki yang disiuli itu. Lalu, seperti
kotbah yang mendadak, dia pun berkotbah di tengah-tengahnya.
Kotbah miring. Dan kedengarannya, seperti bahasa yang tersedak
oleh muntahannya sendiri.
Aku pun rindu pada jalan balik. Jalan ke sumur di pusar danau tadi....

(Gresik, 2007)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi