Minggu, 07 Desember 2008

Gumam Lirih Perlawanan Puisi

Alex R. Nainggolan*
http://www.lampungpost.com/

Catatan Antologi Puisi Ahda Imran: 'Penunggang Kuda Negeri Malam'

Jika seorang penyair menulis sajak-sajak sosial, barangkali sudah biasa. Realitas telanjang tentang carut-marut kehidupan, kebobrokan, kesewenangan, penindasan, kekalahan masyarakat lemah, sudah banyak kita dapati dalam berbagai kumpulan sajak.

Di deretan penyair yang menulis sajak-sajak sosial itu, kita mencatat beberapa nama: W.S. Rendra, Taufiq Ismail, Wiji Thukul, Agus R. Sarjono, dsb. Sebagian besar sajak yang ditulis para penyair tersebut dengan ligat menelantarkan kita pada potret kondisi masyarakat; potret yang memang dihadapkan pada kita secara face to face. Ibarat kita becermin, sebagian besar sajak itu memang terasa, bila kejadian-kejadian tersebut memang (sedang) berlangsung. Atau barangkali kita sendiri yang sedang mengalami.

Tapi, Ahda Imran lain. Membaca antologi puisi terbarunya Penunggang Kuda Negeri Malam (Akar Indonesia, Mei 2008), saya seperti diajak bertamasya pada sebuah fantasi "aneh". Rangkaian kata yang ditulisnya lebih "liar", dengan imajinasi tak terbendung. Mulanya, saya tak ingin terlibat lebih jauh untuk membaca, tetapi suasana yang dibangun dalam sajaknya begitu menggoda. Seperti menyeru saya tetap setia menekuni baris-baris sajak selanjutnya.

Tiba-tiba, saya teringat ucapan seorang penyair jika puisi memang ibarat sebuah setrum yang menyentak tubuh. Dengan sekejap buluh kata-kata itu menelusup ke rongga dada. Dan saya tergetar.

Apakah ini sekadar perasaan sentimental saya saja? Saya tak tahu. Mungkin, tak berlebihan jika Haidar Bagir menulis dalam kata pengantar Catatan Pinggir 6 Goenawan Mohammad--dengan mengutip sabda Heidegger-- "jika...wacana berpikir yang asli adalah puisi...melalui puisi, kita menjadi sadar bagaimana bahasa, dalam berbicara, mengimbau segenap unsur (dunia)..."

Bahasa dalam citraan puisi terasa lebih meyakinkan. Kata-kata dengan sendirinya dapat bergerak, menjangkau seluruh pengalaman penyair melalui imajinasi yang dipungutnya. Untuk itu, Ahda, saya kira memang piawai mengolahnya.

Sajak-sajak yang ditulis Ahda seperti suasana keseharian. Meskipun jalinan kalimat yang dibentuknya terlebih dahulu dibubuhi, dipermak, di-make up oleh imajinasi penuh cekam. Justru dari tali-temali itu, sajak-sajaknya lebih banyak "berbicara". Menyentuh setiap sisi purba kehidupan, yang ternyata tidak melulu baik tetapi dipenuhi muslihat. Ia membangun suasana yang baru dari realitas, berbeda dengan sajak-sajak para penyair lain yang memunyai tema kritik sosial.

Obsesi Kata
Membaca kumpulan puisi Ahda, saya seperti tergeliat, betapa puisi memang dapat menjangkau segala hal yang serba-tak niscaya, remeh-temeh, terpinggirkan, tak mungkin, juga gelap. Kata-kata dalam puisi Ahda seperti gumam lirih, yang tak pernah selesai sebenarnya. Ia membangkitkan semua energi. Rangkaian imajinasi yang terangkum, barangkali hampir sama dengan sajak-sajak yang ditulis Indra Tjahjadi; dipenuhi kecemasan sekaligus berurusan dengan ketakutan.

Bagaimana bisa membayangkan peristiwa semacam ini: Ada selalu malam ketika anakku/bertanya tentang para leluhur, dan kota/yang melayang-layang itu. Selalu tak pernah/ada yang sanggup kukisahkan, selain membakar/seluruh pohon yang tumbuh di punggungnya,/lalu membuat upacara persembahan. Menanak/air sungai bercampur sisik ular,/dan diam-diam//menuangkannya ke mulut cucuku/ (Sajak Silsilah) atau Setiap hari engkau bergerak,/menyelinap ke balik bajuku, menghisap/tulang sumsum dan kelaminku, menjadi kata-kata,/yang membuatku lebih riang dari hanya sekadar/menjadi seorang lelaki. Bahkan ketika akhirnya//engkau meninggalkanku (Sajak Setiap Hari).
***

Yang saya catat ketika membaca kumpulan puisi Ahda ialah keterpukauan dia pada suatu hal, terutama benda. Begitu kata terasa menjadi sebuah obsesi bagi dirinya; semacam rambut, angin, anjing bermata satu, handphone (telepon genggam), sisik, ular, sungai, parlemen, nama-nama, orang-orang. Pun sebagian besar sajaknya hanya ditutup dengan sebaris kalimat. Hanya beberapa sajak yang tidak.

Obsesi kata ini akhirnya menyisakan pengulangan dalam sajak-sajak selanjutnya. Yang memang jika direnungkan terkesan berhubungan. Atau memang ini merupakan ciri khas sajak-sajak Ahda?

Yang jelas, Ahda dalam sebagian besar sajaknya lebih terasa sebagai puisi gumam. Namun, ia berusaha melawan kenyataan-kenyataan yang pahit. Semua imajinasi dalam puisinya bersinggungan dengan pernyataan-pernyataan perlawanan, yang sebenarnya tak juga pernah selesai. Simak saja dalam Grande Peur: Bernapas di tengah pasar ketika harga-harga/berteriak seperti penguasa yang kejam. Koran/di tanganku terjatuh, menyimpan dirinya dalam tangisan/kata-kata tumbuh bersama peluru, juga para penculik,/penimbun minyak goreng dan slang-slang infus demam/berdarah//...yang ditutup dengan:Inilah negeri dengan keajaiban yang tak selesai,/menyimpan dirinya menjadi kenangan yang menyeramkan,/seperti gelap yang mengepung Blitar dan Kemusuk//

Rangkaian sejarah kelam yang pernah terlintas di negeri ini terasa masuk ke dalamnya. Dan itu tak luput dicatat Ahda. Ia menggenapi semua keputusasaan yang singgah di tengah masyarakat. Gumam puisinya seperti menebarkan ketakutan yang dingin. Kesendirian bergabung di setiap jalinan kalimat puisinya. Kesunyian sebagai penyaksi yang merekam segenap ketakutan tersebut. Rasa takut yang seperti menyemut dan ia seperti ditikam kesunyian yang melangut.

Namun, Ahda seperti ingin merampasnya dalam puisi. Simak saja Kutulis Lagi Sebuah Puisi: Kutulis lagi sebuah puisi/mungkin untukmu, mungkin juga bukan/dalam tubuhmu kata-kata adalah waktu, irama/yang cemas dan bimbang, janji yang tak beranjak/pergi. Tidak bersama siapapun, aku telah berada/di lubuk malam. Ingatanku padamu menjadi air/yang menetes dari jemari tangan. Banyak hari/yang tak bisa lagi kuingat sebagai apa pun/.

Hal tersebut terulang lagi pada Sajak Seharian:Pagi. Seseorang yang entah/siapa menangis di handphone, dan membuat/tulang punggungku retak. Seseorang lain/datang mengirim pesan, mengikat kedua/tangan dan kakiku, menghanyutkan/tubuhku ke sungai//

Si penyair seperti membangun dunianya sendiri. Dengan berpura-pura tak peduli pada serbuan kesendirian ketika menatap atau berhadapan dengan peristiwa. Ia menjelma jadi penyaksi yang hidup dalam sajak-sajaknya. Mengurai kesepian itu agar tidak lagi mengoyak-oyak dirinya. Satu hal yang mengingatkan saya juga pada Chairil Anwar. Ia berusaha menghardik pada kesepian tersebut: Mampus kau!

Dan aroma kesunyian itu menerawang kembali dalam Aku Menulis:Ketika malam menarik senja/dengan kasar/ketika hujan tak sampai/ke sungai/ketika ikan-ikan yang menggelepar/ditinggalkan// Aku menulis dengan tangan/yang sakit./Orang-orang terus bicara,/seperti ada tikus dalam mulutnya/setiap malam, mereka mencuri/sebatang pohon dari tubuh anakku/setiap pagi, mereka membuat/komplotan-komplotan baru// Aku menulis dengan tangan/yang sakit. Langit kering dan kaki-kaki/jembatan mengelupak. Kota penuh bendera,/suara telepon genggam, dan anak-anak muda/yang menginjak-injak potret presiden//

Hanya satu yang agak mengganggu dalam kumpulan puisi ini, sajak Di Pintu Angin tercetak dua kali, pada halaman 17 dan 34. Dan keduanya sajak itu sama isi maupun tipografinya.

Terlepas dari itu, saya kira Ahda telah menyuguhkan suatu gaya puisi yang baru dalam khazanah kita. Perasan kata-kata dalam puisinya--dengan ingar-bingar imajinasi puitiknya--seperti menghidupkan kesadaran diri kita dari lubuk yang terdalam. Jauh ke palung dada. Terasa benar, begitu "sakit" ketika penyair ini menulis puisi, bahkan untuk satu buah puisi sekalipun.

*) Penyair, tinggal di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Aziz Masyhuri A. Qorib Hidayatullah A. Zakky Zulhazmi A.J. Susmana A.S. Laksana Aa Maulana Abdi Purnomo Abdul Azis Sukarno Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wachid B.S. Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Acep Zamzam Noor Ach. Sulaiman Achdiar Redy Setiawan Adhitia Armitrianto Adhitya Ramadhan Adi Marsiela Adi Prasetyo Afrizal Malna Ags. Arya Dipayana Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Buchori Agus M. Irkham Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sri Danardana Agus Sulton Agus Wibowo Aguslia Hidayah Ahda Imran Ahmad Fatoni Ahmad Hasan MS Ahmad Ikhwan Susilo Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Rafiq Ahmad Sahal Ahmad Syubbanuddin Alwy Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Sekhu Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Ali Ibnu Anwar Ali Murtadho Alia Swastika Alunk S Tohank Amanda Stevi Amien Kamil Amien Wangsitalaja Anes Prabu Sadjarwo Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjrah Lelono Broto Anton Kurnia Anton Suparyanto Anugrah Gio Pratama Anung Wendyartaka Aprinus Salam Ardi Bramantyo Arie MP Tamba Arief Junianto Arif Bagus Prasetyo Aris Setiawan Arman AZ Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran AS Sumbawi Asarpin Asep Dudinov Ar Asep Sambodja Asvi Warman Adam Awalludin GD Mualif Ayung Notonegoro Bagja Hidayat Balada Bale Aksara Balok Sf Bambang Kariyawan Ys Bambang Kempling Bandung Mawardi Baridul Islam Pr Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Arnas Benny Benke Berita Berita Utama Bernando J. Sujibto Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Boni Dwi Pramudyanto Bonnie Triyana Boy Mihaballo Bre Redana Brunel University London Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Budiman Sudjatmiko Bulqia Mas’ud Bung Tomo Burhanuddin Bella Cak Kandar Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar Chairul Abshar Chamim Kohari Chandra Johan Chavchay Syaifullah Cover Buku Cucuk Espe D. Dudu AR D. Kemalawati D. Zawawi Imron Dadang Kusnandar Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darmanto Jatman David Krisna Alka Deddy Arsya Dedi Muhtadi Dedy Tri Riyadi Deni Andriana Denny JA Denny Mizhar Deny Tri Aryanti Dewi Rina Cahyani Dian Dian Hartati Dian Sukarno Dina Oktaviani Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Dino Umahuk Djadjat Sudradjat Djoko Pitono Djoko Saryono Dorothea Rosa Herliany Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwi Wiyana Dwicipta E. Syahputra Ebiet G. Ade Eddy Flo Fernando Edi Sembiring Edy Firmansyah Eep Saefulloh Fatah Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Ekky Siwabessy Eko Darmoko Elnisya Mahendra Emha Ainun Nadjib Emil WE Endah Wahyuningsih Endhiq Anang P Erwin Y. Salim Esai Esha Tegar Putra Evan Ys Evi Idawati F Rahardi Fahmi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faisal Kamandobat Faiz Manshur Fajar Kurnianto Fajar Setiawan Roekminto Fakhrunnas MA Jabbar Farid Gaban Fathan Mubarak Fathurrahman Karyadi Fatkhul Anas Fazar Muhardi Febby Fortinella Rusmoyo Felik K. Nesi Festival Sastra Gresik Fikri. MS Fitri Yani Frans Ekodhanto Frans Sartono Franz Kafka Fredric Jameson Friedrich Nietzsche Fuad Anshori Fuska Sani Evani G30S/PKI Gampang Prawoto Ganug Nugroho Adi Geger Riyanto Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gibb Gilang Abdul Aziz Ging Ginanjar Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gusti Eka H.B. Jassin Hadi Napster Hadriani Pudjiarti Halim H.D. Hamdy Salad Han Gagas Handoko Adinugroho Happy Ied Mubarak Hardi Hamzah Harfiyah Widiawati Hari Puisi Indonesia (HPI) Hari Santoso Harie Insani Putra Haris del Hakim Haris Priyatna Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Helmi Y Haska Helwatin Najwa Hendra Sugiantoro Hendri R.H Hendry CH Bangun Henry Ismono Hepi Andi Bastoni Heri KLM Heri Latief Herie Purwanto Herman Rn Heru CN Heru Joni Putra Hudan Hidayat Hudan Nur I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka I Nyoman Tingkat I Tito Sianipar Ibnu Wahyudi Icha Rastika Idha Saraswati Ignas Kleden Ignatius Haryanto Ilenk Rembulan Ilham Q Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Rosyid Imron Tohari Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahyadi Indra Tranggono Irfan Budiman Ismi Wahid Istiqamatunnisak Iwan Komindo Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iyut FItra Izzatul Jannah J Anto J.S. Badudu Jafar M. Sidik Jamal D Rahman Jamal T. Suryanata Jamil Massa Janual Aidi Januardi Husin Javed Paul Syatha Jefri al Malay JJ Kusni JJ Rizal Jo Batara Surya Jodhi Yudono Johan Khoirul Zaman Joko Pinurbo Joko Sandur Joni Ariadinata Joss Wibisono Jual Buku Paket Hemat Judyane Koz Jusuf AN Karkono Kasnadi Katrin Bandel Kedai Kopi Sastra Kedung Darma Romansha Ken Rahatmi Khairul Amin Khairul Mufid Jr Khoshshol Fairuz Kirana Kejora Koh Young Hun Komang Ira Puspitaningsih Komunitas Deo Gratias Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan) Kritik Sastra Kurniawan Kurniawan Junaedhie Lan Fang Lathifa Akmaliyah Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lela Siti Nurlaila Lidia Mayangsari Lie Charlie Liestyo Ambarwati Khohar Liza Wahyuninto Lukas Adi Prasetyo Luky Setyarini Lutfi Mardiansyah M Fadjroel Rachman M. Arman A.Z M. Arwan Hamidi M. Faizi M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S M. Mustafied M. Nahdiansyah Abdi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahdi Idris Mahfud Ikhwan Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Mainteater Bandung Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Bo Niok Mario F. Lawi Mark Hanusz Marsudi Fitro Wibowo Martin Aleida Martin Suryajaya Marwanto Maryati Mashuri Matdon Matroni A. el-Moezany Maya Mustika K. Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Mezra E. Pellondou MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Mihar Harahap Mila Novita Misbahus Surur Muhajir Arrosyid Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih Muhammad Amin Muhammad Antakusuma Muhammad Iqbal Muhammad Muhibbuddin Muhammad Nanda Fauzan Muhammad Rain Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mulyadi J. Amalik Munawir Aziz Murparsaulian Musdalifah Fachri Musfi Efrizal Mustafa Ismail Mustofa W. Hasyim N. Syamsuddin CH. Haesy Naskah Teater Nazaruddin Azhar Nelson Alwi Nenden Lilis A Neni Nureani Ni Putu Rastiti Nirwan Dewanto Nita Zakiyah Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nur Faizah Nur Syam Nur Wahida Idris Nurani Soyomukti Nurdin Kalim Nurel Javissyarqi Nurrudien Asyhadie Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurur Rokhmah Bintari Nuryana Asmaudi Odi Shalahuddin Oei Hiem Hwie Okky Madasari Okta Adetya Olivia Kristina Sinaga Otto Sukatno CR Oyos Saroso HN Pablo Neruda Pamusuk Eneste Pandu Radea Parakitri Parulian Scott L. Tobing PDS H.B. Jassin Pengantar Buku Kritik Sastra Pepih Nugraha Pesan Al Quran untuk Sastrawan Petrik Matanasi Pipiet Senja Pitoyo Boedi Setiawan Ponorogo Pramoedya Ananta Toer Pringadi Abdi Surya Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi PuJa Puji Santosa Pungkit Wijaya PUstaka puJAngga Putri Utami Putu Setia Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Ragil Supriyatno Samid Rahmat Sudirman Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ramadhan Pohan Rameli Agam Ramon Damora Ranang Aji SP Ratih Kumala Ratna Ajeng Tejomukti Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reko Alum Reny Sri Ayu Resensi Revolusi RF. Dhonna Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Robin Dos Santos Soares Rodli TL Rofiqi Hasan Rosdiansyah Rukardi S Yoga S. Jai S. Satya Dharma S.I. Poeradisastra S.W. Teofani Sabiq Carebesth Sabpri Piliang Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Sal Murgiyanto Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salyaputra Samsudin Adlawi Sandipras Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sarabunis Mubarok Saroni Asikin Sartika Dian Nuraini Sastra Sastra Perlawanan Sastri Sunarti Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shafwan Hadi Umry Shiny.ane el’poesya Sholihul Huda Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Irni Nidya Nurfitri Siti Rutmawati Siti Sa’adah Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sosiawan Leak Sri Wintala Achmad St Sularto Sudarmoko Sulaiman Tripa Sultan Yohana Suminto A. Sayuti Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Sunudyantoro Suroto Surya Lesmana Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suwardi Endraswara Syaiful Amin Syarif Hidayat Santoso Syarifudin Syifa Amori Syifa Aulia Tajuddin Noor Ganie Tantri Pranashinta Tanzil Hernadi Taufik Ikram Jamil Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Th. Sumartana Theo Uheng Koban Uer Theresia Purbandini Thowaf Zuharon Tien Rostini Titian Sandhyati Tjahjono Widarmanto Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toef Jaeger Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tri Wahono Triyanto Triwikromo Tu-ngang Iskandar Tulus Wijanarko Udin Badruddin Udo Z. Karzi Umar Fauzi Umbu Landu Paranggi Umi Laila Sari Umi Lestari Universitas Indonesia Untung Wahyudi Virdika Rizky Utama Vyan Taswirul Afkar W.S. Rendra Wahyu Prasetya Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Widi Wastuti Wiji Thukul Wisnu Kisawa Wiwik Widayaningtias Y. Thendra BP Yona Primadesi Yosephine Maryati Yosi M Giri Yudhis M. Burhanuddin Yulizar Fadli Yurnaldi Yusri Fajar Yuyuk Sugarman Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zamakhsyari Abrar Zawawi Se Zehan Zareez Zulkarnain Zubairi