Fakhrunnas MA Jabbar
http://www.lampungpost.com/
Akulah hantu itu. Tertiup angin aku datang ke pulau yang mulai gemerlapan ini. Tersebab lupa, aku tak tahu darimana aku tiba. Aku bisa berumah di awang-awang atau berhimpun dalam gemuruh hujan dan petir. Tak usahlah aku berterus-terang ihwal asalku. Orang-orang Melayu kebanyakan agak berpantang membincangkan soal itu. Kecuali, para batin dan bomoh yang sewaktu-waktu bisa saja memanggilku tanpa surat perintah sekali pun. Aku hanya takluk pada mantera dan bacaan gaib serta bau-bauan kemenyan atau ramuan kembang para batin atau bomoh tadi.
Oleh karenanya, aku bisa diperalat oleh siapa saja yang mengimpikan suatu pengharapan dan cita-cita. Ya, aku mengalir dalam takhayul-takhayul orang kesurupan akan harta dan jabatan. Maaf, tak mungkin aku berterus-terang siapa saja yang pernah menggunakanku untuk mencapai ambisi-ambisi pribadinya. Sssttt...off the record-lah gitu...!
Seperti angin dan bau-bauan, aku pun bergentayangan begitu saja di pulau ini. Aku datang tanpa permintaan siapa pun. Tak ada batin atau bomoh yang memperalatku. Tak ada maksud-maksud khusus di balik kehadiranku. Aku hanya ingin bersaksi di sebuah kawasan baru yang selama ini tak tertera di peta. Sungguh, sebelumnya aku sudah kenal kota-kota besar yang bertumbuh bagai meteor yang melesat ke langit biru malam hari. Bahkan aku sudah beranak-pinak di kawasan-kawasan semacam itu menyebarkan ketakutan dan kecemasan di tengah kegerahan kehidupan malam.
Aku baru tahu di pulau ini ada kehidupan yang mulai asing. Dunia hiburan tanpa batas tiba-tiba menjadi ratu di kegelapan malam. Ini yang aku suka. Meski aku juga tahu kalau orang-orang Melayu penghuni asal pulau ini telah berkeringan air mata meratapi perubahan yang mengoyak-ngoyak tabir budayanya yang santun. Dentum suara musik di diskotek-diskotek sejak malam hingga pagi hari membenamkan dengung azan di menara-menara masjid yang senantiasa jadi tumpuan doa orang-orang Melayu di sini. Bar dan karaoke yang dipenuhi kepulan asap dan bau maung pil nipam, ineks, rohipnol serta cekikikan perempuan sundal tengah malam menguburkan rengek-tangis anak-anak Melayu yang hidup bersahaja di ceruk-ceruk tanjung dan selat nan jauh dari keramaian. Kesepian mereka lebih diam dari bintang di kejauhan. Aku faham....aku faham sungguh!
Malam-malam kujalani di tiap jengkal pulau harapan ini. Terang-benderang kota di luaran berbancuhan dengan ruang remang-remang yang dijejali asap dan bisingnya suara musik. Aku ikut larut dalam hentakan musik yang membuat ribuan orang terkulai dan menahan dingin di pojok-pojok diskotek dan bar. Orang-orang berpelukan semaunya. Dunia tanpa kata-kata. Orang-orang hanya mengandalkan gendang telinga untuk menikmati irama musik yang tak beraturan lagi. Itu juga yang aku suka. Aku sudah terbiasa dengan suasana-suasana seperti itu. Bagi makhluk semacam kami, ketakutan dan kecemasan adalah santapan penuh gizi. Aku datang ke pulau ini pun sebisanya menularkan ketakutan dan kecemasan itu. Orang-orang yang kesetanan adalah sahabat sejati kami.
Kucoba mengenali orang-orang di pulau ini sebisaku. Kucoba mengakrabi wajah mereka. Tak peduli apakah dia orang tempatan atau tamu yang berdatangan dari luar pulau ini. Sudah lama kudengar, banyak orang yang datang ke pulau ini setelah urusan dinasnya menikmati malam-malam panjang dan perempuan sundal yang bisa "dibeli" dengan harga lebih murah. Bahkan, perempuan semacam itu jadi bagian proses bisnis atau urusan dinas mereka. Ha ha ha... (maaf, aku jadi tertawa berlebihan).
Malam ini aku bersendirian saja. Seperti biasa aku berkelana kian-kemari. Dari tempat yang remang di luaran hingga keremangan diskotek dan karaoke. Entah bagaimana, kehidupan kami lebih dominan ditakdirkan berada di keremangan. Hanya bedanya, dulu aku hidup di keremangan rimba belantara. Tapi kini kucoba menikmati keremangan lain. Keremangan yang dijejali kerlap-kerlip lampu dan hentakan musik.
Aku melihat seorang perempuan muda yang menggigil di sudut ruangan diskotek. Aku kasihan melihat kegetiran hidupnya malam itu. Aku ingin berbicara dengannya. Tentu bukan dalam bahasa hantu. Tentu juga dalam wajah kami yang selalu berubah dan mengerikan. Seperti tabiat kami yang bisa berubah rupa, aku pun akan mendekatinya dengan wajah seorang lelaki tampan.
"Hai, manis! Kenapa sendiri?" sapaku.
Perempuan itu semula diam saja. Menatapku penuh keheranan. Tampak di wajahnya ia mulai berbagi perasaan. Satu sisi ingin menolakku karena aku masih asing baginya. Di sisi lain, ia juga sangat bersimpati padaku, tersebab aku cukup tampan malam itu.
"Hai, manis! Perlu ditemani?" sapaku mengulang.
Ia mulai tersenyum. Manis sekali.
"Boleh aku duduk di sini?" pintaku.
Ia beraksi dan menyempurnakan posisi duduknya. Pakaiannya yang berkerutan karena melampiaskan rasa kesal akhirnya dirapikan tergesa-gesa. Ia tampak berusaha melayaniku dengan prima. Tampaknya ia mulai tertarik padaku.
"Abang dari mana?" tanya perempuan itu singkat.
"Aku dari pulau ini. Aku penduduk sini. Kau, mengapa di sini sendirian saja?"
Ia mulai bercerita. Katanya, ia sedang kesal karena menunggu seorang lelaki yang menjadi tamu istimewanya. Pak Bramanto, namanya. Seorang tamu yang bertugas dan menetap di Jakarta. Persisnya pejabat di dinas atau kantor apa, perempuan yang mengaku bernama Prili itu tak pernah tahu pasti. Walaupun sebenarnya, sang lelaki sudah menjadikannya sebagai "istri piaraan" selama lebih tujuh tahun. Biasanya Pak Bram, begitu ia senang dipanggil, akan mengunjungi 3--4 kali setahun, sejalan dengan tugas dinas luarnya di pulau itu.
"Kamu suka hidup seperti ini?" desakku.
"Gimana lagi, Bang. Sebenarnya aku tak mencintainya. Apalagi bagi perempuan di tempat hiburan seperti aku, dijamin tak punya tambatan hati. Tapi Pak Bram memelas dan memohon agar aku tetap jadi isteri simpanannya. Ya, aku terima juga. Yang penting bagiku...ya duitnya. Aku sudah dihadiahinya sebuah rumah mewah lengkap dengan isinya. Lebih dari itu, pada ulang tahunku yang ke-24 tahun lalu, dia juga hadiahkan buatku sebuah sedan BMW. Tentu aku suka...," derai tawa Prili terdengar manja sambil menyandarkan wajahnya di bahuku. Sebagai hantu, tentu aku tak nafsu.
Kencan kami malam itu sampai larut malam. Meski dentuman musik house masih terus mengalir sampai pagi, tapi aku memutuskan pembicaraan sampai pukul 02.00 dini hari. Aku tak menawarinya untuk menemaninya antar pulang. Sebab, aku tak menghendaki ia sampai mengajakku tidur bersama. Aku tak biasa melakukannya.
Di malam-malam berikutnya, Prili masih mengajakku datang dan bertemu di diskotek yang sama. Di malam yang kebelasan kalinya, saat aku duduk mendampingi Prili, tiba-tiba ponsel di genggamannya berdering. Ia tampak gelagapan dan bicara berbisik. Bagai ada yang disembunyikan. Tapi aku persis tahu semua apa yang dibicarakannya. Bahwa, Pak Bramanto sebentar lagi akan datang karena pesawatnya baru mendarat agak kemalaman dari Jakarta.
"Bisa kutinggal sebentar, aku ada keperluan lain...," ujar Prili berhati-hati.
"Tak usah repot. Aku juga mau pergi. Pak Bramanto sedang ada di sini kan?" selidikku. Prili tersengak.
Tokoh Prili bagiku jadi menarik begitu kutahu hubungan gelapnya dengan Pak Bram. Oleh sebab itu, selama tiga hari pertemuan mereka, selalu tak luput dari intaianku. Aku selalu menyaksikan hari-hari kemanjaan mereka di pusat belanja, kamar tidur, restaurant sea food hingga lancongan mereka ke Singapura. Aku hanya menangkap wajah kebohongan pada kedua tubuh itu. Pak Bram menjual kebohongan-kebohongan pada anak-istrinya yang jauh. Sementara Prili membohongi Bram tentang kesetiaan dan kejujurannya.
Sebagai hantu, aku menerobos ruang dan waktu tanpa batas. Oleh karenanya, saat Pak Bram kembali ke Jakarta, aku mendahuluinya. Kumasuki ruang mimpi anak-istrinya. Kubisikkan semua yang dilakukan Pak Bram sejak tujuh tahun berlalu. Aku tak ingin kebohongan Pak Bram lestari sepanjang usianya. Mestinya ia lebih punya tanggung jawab di usia yang kian senja.
Ketika Pak Bramanto sampai di rumah, istri dan anaknya menyambut dingin. Pak Bram jadi ketar-ketir. Ia mencoba seolah tak terjadi apa-apa dengan menyuguhkan oleh-oleh yang beragam.
"Ada apa, Ma?" tanya Pak Bram saat bertemu sang istri di kamarnya.
Sang istri makin cemberut. Pak Bram jadi salah tingkah. Apalagi saat anak-anaknya yang sudah dewasa mengerumuninya.
"Saatnya, Papa berterus terang pada kami. Papa punya perempuan simpanan kan di Batam? Itu yang membuat Papa sangat senang dinas luar ke sana..." serang ketiga anaknya serempak.
Pak Bramanto terdiam.
"Bagaimana kalian tahu?" suara Pak Bram meluncur pelan.
"Kami bagai dibisikkan sesuatu. Kami menyaksikan semuanya lewat mimpi. Seolah-olah ada yang memberitahu kami akan kejadian yang sebenarnya...," tanggap sang istri berapi-api.
"Tapi, mimpi tak lebih dari bunga tidur. Bukan fakta..bukan realita. Bagaimana bisa dipercaya...?" Pak Bram masih mencoba mengelak.
Aku menyaksikan perdebatan di rumah tangga itu sambil tersenyum geli. Saat suasana hening di dalam kamar itu, aku mengubah jasadku menjadi Prili. Aku langsung mengetuk pintu. Pak Bramanto yang berdiri paling dekat ke pintu langsung menekan gerendel.
"Selamat malam... Hai, Pak Bram! Maafkan aku mengganggu...," sapaku dengan memakai jasad dan suara Prili dengan senyum ramah.
Pak Bram benar-benar tersengat dan terkejut. Dadanya berguncang hebat. Tak lama kemudian ia rubuh ke lantai karena serangan jantung. Semula nyaris tak ada yang peduli. Tapi setelah aku berterus terang dan mengenalkan diri sebagai Prili, perempuan simpanan Pak Bram, barulah anak laki-lakinya yang bungsu memberikan pertolongan pada Pak Bram. Sementara istri dan dua anak perempuannya mencoba menyeretku ke luar. Mereka tiba-tiba kesurupan ingin meremas wajahku.
"Sabar dulu, Bu. Aku datang untuk memberitahu ihwal sebenarnya agar Pak Bram tak membohongi kalian lagi. Permisi...," aku langsung gaib dan menghilang membuat semuanya tercengang.
Aku kembali ke Pulau Batam menyaksikan ribuan kebohongan para lelaki. Kuberitahu Prili bahwa Pak Bramanto tak akan datang lagi karena ia sudah meninggal dunia sejak mendapat serangan jantung dulu. Hati Prili berbunga-bunga.
Pangkalan Kerinci, Agustus, 2003
*) Fakhrunnas MA Jabbar, cerpenis tinggal di Pangkalan Kerinci, Riau.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Aziz Masyhuri
A. Qorib Hidayatullah
A. Zakky Zulhazmi
A.J. Susmana
A.S. Laksana
Aa Maulana
Abdi Purnomo
Abdul Azis Sukarno
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wachid B.S.
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Acep Zamzam Noor
Ach. Sulaiman
Achdiar Redy Setiawan
Adhitia Armitrianto
Adhitya Ramadhan
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Afrizal Malna
Ags. Arya Dipayana
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Buchori
Agus M. Irkham
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Agus Wibowo
Aguslia Hidayah
Ahda Imran
Ahmad Fatoni
Ahmad Hasan MS
Ahmad Ikhwan Susilo
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Rafiq
Ahmad Sahal
Ahmad Syubbanuddin Alwy
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Sekhu
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Ali Ibnu Anwar
Ali Murtadho
Alia Swastika
Alunk S Tohank
Amanda Stevi
Amien Kamil
Amien Wangsitalaja
Anes Prabu Sadjarwo
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurnia
Anton Suparyanto
Anugrah Gio Pratama
Anung Wendyartaka
Aprinus Salam
Ardi Bramantyo
Arie MP Tamba
Arief Junianto
Arif Bagus Prasetyo
Aris Setiawan
Arman AZ
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Dudinov Ar
Asep Sambodja
Asvi Warman Adam
Awalludin GD Mualif
Ayung Notonegoro
Bagja Hidayat
Balada
Bale Aksara
Balok Sf
Bambang Kariyawan Ys
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Baridul Islam Pr
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Arnas
Benny Benke
Berita
Berita Utama
Bernando J. Sujibto
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Boni Dwi Pramudyanto
Bonnie Triyana
Boy Mihaballo
Bre Redana
Brunel University London
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Budiman Sudjatmiko
Bulqia Mas’ud
Bung Tomo
Burhanuddin Bella
Cak Kandar
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abshar
Chamim Kohari
Chandra Johan
Chavchay Syaifullah
Cover Buku
Cucuk Espe
D. Dudu AR
D. Kemalawati
D. Zawawi Imron
Dadang Kusnandar
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David Krisna Alka
Deddy Arsya
Dedi Muhtadi
Dedy Tri Riyadi
Deni Andriana
Denny JA
Denny Mizhar
Deny Tri Aryanti
Dewi Rina Cahyani
Dian
Dian Hartati
Dian Sukarno
Dina Oktaviani
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Dino Umahuk
Djadjat Sudradjat
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwi Wiyana
Dwicipta
E. Syahputra
Ebiet G. Ade
Eddy Flo Fernando
Edi Sembiring
Edy Firmansyah
Eep Saefulloh Fatah
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Ekky Siwabessy
Eko Darmoko
Elnisya Mahendra
Emha Ainun Nadjib
Emil WE
Endah Wahyuningsih
Endhiq Anang P
Erwin Y. Salim
Esai
Esha Tegar Putra
Evan Ys
Evi Idawati
F Rahardi
Fahmi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faisal Kamandobat
Faiz Manshur
Fajar Kurnianto
Fajar Setiawan Roekminto
Fakhrunnas MA Jabbar
Farid Gaban
Fathan Mubarak
Fathurrahman Karyadi
Fatkhul Anas
Fazar Muhardi
Febby Fortinella Rusmoyo
Felik K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fikri. MS
Fitri Yani
Frans Ekodhanto
Frans Sartono
Franz Kafka
Fredric Jameson
Friedrich Nietzsche
Fuad Anshori
Fuska Sani Evani
G30S/PKI
Gampang Prawoto
Ganug Nugroho Adi
Geger Riyanto
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gibb
Gilang Abdul Aziz
Ging Ginanjar
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hadi Napster
Hadriani Pudjiarti
Halim H.D.
Hamdy Salad
Han Gagas
Handoko Adinugroho
Happy Ied Mubarak
Hardi Hamzah
Harfiyah Widiawati
Hari Puisi Indonesia (HPI)
Hari Santoso
Harie Insani Putra
Haris del Hakim
Haris Priyatna
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Helmi Y Haska
Helwatin Najwa
Hendra Sugiantoro
Hendri R.H
Hendry CH Bangun
Henry Ismono
Hepi Andi Bastoni
Heri KLM
Heri Latief
Herie Purwanto
Herman Rn
Heru CN
Heru Joni Putra
Hudan Hidayat
Hudan Nur
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
I Nyoman Tingkat
I Tito Sianipar
Ibnu Wahyudi
Icha Rastika
Idha Saraswati
Ignas Kleden
Ignatius Haryanto
Ilenk Rembulan
Ilham Q Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Rosyid
Imron Tohari
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Irfan Budiman
Ismi Wahid
Istiqamatunnisak
Iwan Komindo
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iyut FItra
Izzatul Jannah
J Anto
J.S. Badudu
Jafar M. Sidik
Jamal D Rahman
Jamal T. Suryanata
Jamil Massa
Janual Aidi
Januardi Husin
Javed Paul Syatha
Jefri al Malay
JJ Kusni
JJ Rizal
Jo Batara Surya
Jodhi Yudono
Johan Khoirul Zaman
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joni Ariadinata
Joss Wibisono
Jual Buku Paket Hemat
Judyane Koz
Jusuf AN
Karkono
Kasnadi
Katrin Bandel
Kedai Kopi Sastra
Kedung Darma Romansha
Ken Rahatmi
Khairul Amin
Khairul Mufid Jr
Khoshshol Fairuz
Kirana Kejora
Koh Young Hun
Komang Ira Puspitaningsih
Komunitas Deo Gratias
Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan)
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Lan Fang
Lathifa Akmaliyah
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lela Siti Nurlaila
Lidia Mayangsari
Lie Charlie
Liestyo Ambarwati Khohar
Liza Wahyuninto
Lukas Adi Prasetyo
Luky Setyarini
Lutfi Mardiansyah
M Fadjroel Rachman
M. Arman A.Z
M. Arwan Hamidi
M. Faizi
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S
M. Mustafied
M. Nahdiansyah Abdi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahdi Idris
Mahfud Ikhwan
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Mainteater Bandung
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Bo Niok
Mario F. Lawi
Mark Hanusz
Marsudi Fitro Wibowo
Martin Aleida
Martin Suryajaya
Marwanto
Maryati
Mashuri
Matdon
Matroni A. el-Moezany
Maya Mustika K.
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Mezra E. Pellondou
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Mihar Harahap
Mila Novita
Misbahus Surur
Muhajir Arrosyid
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih
Muhammad Amin
Muhammad Antakusuma
Muhammad Iqbal
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Nanda Fauzan
Muhammad Rain
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mulyadi J. Amalik
Munawir Aziz
Murparsaulian
Musdalifah Fachri
Musfi Efrizal
Mustafa Ismail
Mustofa W. Hasyim
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naskah Teater
Nazaruddin Azhar
Nelson Alwi
Nenden Lilis A
Neni Nureani
Ni Putu Rastiti
Nirwan Dewanto
Nita Zakiyah
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nur Faizah
Nur Syam
Nur Wahida Idris
Nurani Soyomukti
Nurdin Kalim
Nurel Javissyarqi
Nurrudien Asyhadie
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurur Rokhmah Bintari
Nuryana Asmaudi
Odi Shalahuddin
Oei Hiem Hwie
Okky Madasari
Okta Adetya
Olivia Kristina Sinaga
Otto Sukatno CR
Oyos Saroso HN
Pablo Neruda
Pamusuk Eneste
Pandu Radea
Parakitri
Parulian Scott L. Tobing
PDS H.B. Jassin
Pengantar Buku Kritik Sastra
Pepih Nugraha
Pesan Al Quran untuk Sastrawan
Petrik Matanasi
Pipiet Senja
Pitoyo Boedi Setiawan
Ponorogo
Pramoedya Ananta Toer
Pringadi Abdi Surya
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
PuJa
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
PUstaka puJAngga
Putri Utami
Putu Setia
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Ragil Supriyatno Samid
Rahmat Sudirman
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ramadhan Pohan
Rameli Agam
Ramon Damora
Ranang Aji SP
Ratih Kumala
Ratna Ajeng Tejomukti
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reko Alum
Reny Sri Ayu
Resensi
Revolusi
RF. Dhonna
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Robin Dos Santos Soares
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rosdiansyah
Rukardi
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
S.I. Poeradisastra
S.W. Teofani
Sabiq Carebesth
Sabpri Piliang
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Sal Murgiyanto
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salyaputra
Samsudin Adlawi
Sandipras
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sarabunis Mubarok
Saroni Asikin
Sartika Dian Nuraini
Sastra
Sastra Perlawanan
Sastri Sunarti
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
Sekolah Literasi Gratis (SLG) STKIP Ponorogo
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shafwan Hadi Umry
Shiny.ane el’poesya
Sholihul Huda
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Irni Nidya Nurfitri
Siti Rutmawati
Siti Sa’adah
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sosiawan Leak
Sri Wintala Achmad
St Sularto
Sudarmoko
Sulaiman Tripa
Sultan Yohana
Suminto A. Sayuti
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Sunudyantoro
Suroto
Surya Lesmana
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suwardi Endraswara
Syaiful Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syarifudin
Syifa Amori
Syifa Aulia
Tajuddin Noor Ganie
Tantri Pranashinta
Tanzil Hernadi
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Th. Sumartana
Theo Uheng Koban Uer
Theresia Purbandini
Thowaf Zuharon
Tien Rostini
Titian Sandhyati
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toef Jaeger
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tri Wahono
Triyanto Triwikromo
Tu-ngang Iskandar
Tulus Wijanarko
Udin Badruddin
Udo Z. Karzi
Umar Fauzi
Umbu Landu Paranggi
Umi Laila Sari
Umi Lestari
Universitas Indonesia
Untung Wahyudi
Virdika Rizky Utama
Vyan Taswirul Afkar
W.S. Rendra
Wahyu Prasetya
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Widi Wastuti
Wiji Thukul
Wisnu Kisawa
Wiwik Widayaningtias
Y. Thendra BP
Yona Primadesi
Yosephine Maryati
Yosi M Giri
Yudhis M. Burhanuddin
Yulizar Fadli
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yuyuk Sugarman
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zamakhsyari Abrar
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zulkarnain Zubairi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar